Rabu, 10 Juni 2009


RUMAH PAK KARTO (hlm. 31-32)

Menyusuri tanggul kali ini
aku 'kan sampai ke rumahnya.
Sawah di kanan-kiri
dan titian-titian dari bambu
melintasi kali.
Menjalani tanggul berumput ini
aku 'kan sampai ke rumahnya
yang besar dan lebar
dengan berpuluh unggas di halaman,
pohon-pohon buahan,
lambang-lambang kesuburan,
dan balai-balai yang tenteram.

Lalu sebagai dulu
akan kujumpai ia mencangkul di kebunnya
dengan celana hitam dan dada terbuka
orang yang tahu akan hidupnya:
orang yang pasti akan nasibnya.
Ia akan mengelu-elu kedatanganku
dan bertanya:
"Apa kabar dari kota?"
Dadanya bagai daun talas yang lebar
dengan keringat berpercikan.
Ia selalu pasti, sabar, dan sederhana.
Tangannya yang kuat mengolah nasibnya,

Menyusuri kali irigasi
aku 'kan sampai ke tempat yang dulu
aku 'kan sampai kepada kenangan:
ubi goreng dan jagung bakar,
kopi yang panas di teko tembikar,
rokok cengkeh daun nipah,
dan gula jawa di atas cawan.

Kemudian akan datang malam:
bulan bundar di atas kandang,
angin yang lembut
bangkit dari sawah tanpa tepi,
cengkerik bernyanyi dari belukar,
dan di halaman jang lebar
kami menggelar tikar.

Menyusuri jalan setapak ini
jalan setapak di pinggir kali
jalan setapak yang telah kukenal
aku 'kan sampai ke tempat yang dulu:
udara yang jernih dan sabar
perasaan yang pasti dan merdeka
serta pengertian yang sederhana.


Tidak ada komentar: