Rabu, 07 Oktober 2009

Asuransi Kesehatan untuk Seniman, Perlukah?

Selasa, 6 Oktober 2009 | 14:57 WIB

Oleh M DJUPRI

Gubernur Dr Soekarwo atau Pakde Karwo " sapaan akrabnya" saat membacakan sambutan pada acara silaturahim dan pemberian penghargaan kepada 10 budayawan dan seniman serta tali asih kepada 300 seniman se- Jatim di Graha Wisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim, Surabaya, Rabu (9/9), melontarkan gagasan perihal pentingnya asuransi kesehatan untuk seniman. Ide yang dikemukakan Pakde Karwo itu muncul spontan, di luar teks pidato, karena mendapat bisikan Bude Karwo, Ny Nina Kirana Soekarwo, yang hadir mendampingi setelah melihat pelawak Srimulat, Kentus, yang berjalan tampak diglak-digluk karena mungkin terserang asam urat.

Gubernur memberikan beberapa alasan tentang pentingnya asuransi kesehatan terhadap seniman. Pertama, peranan kesenian dalam kehidupan berbangsa memiliki arti penting sebagai bentuk nasionalisme. Kedua, keberadaan kesenian tidak kalah penting dibandingkan pembangunan fisik. Ketiga, seni mampu membersihkan jiwa manusia dan menjadikan kita lahir kembali sebagai manusia. Pakde Karwo juga mengutip pidato Presiden AS John F Kennedy bahwa apabila politik itu kotor, maka kesenian mampu membersihkannya. Juga mencuplik sasanti Jawa bahwa seni mampu membasuh jiwa.

Tentang perlunya pemberian asuransi kesehatan untuk seniman, menurut Gubernur Jatim, merupakan komitmen pasangan Pakde Karwo dan Gus Ipul (Saifullah Yusuf) bahwa Pemerintah Provinsi Jatim memerhatikan kehidupan masyarakat Jatim, termasuk seniman. Ia menganalogikan dengan program sekolah gratis sembilan tahun di Jatim yang menelan anggaran Rp 628 miliar pada tahun 2009-1010. Jika pemerintah mampu membantu biaya sekolah siswa dari keluarga kurang mampu dan gaji guru, hal yang sama tentu dapat dilakukan terhadap seniman.

Pemikiran tentang asuransi kesehatan untuk seniman dapat dilakukan di Puskesmas dan balai pengobatan di Jatim yang berdekatan dengan domisili seniman. Pakde Karwo menjelaskan, "Kalau ada seniman yang sakit batuk atau terkena asam urat, misalnya, bisa berobat ke puskesmas". Sambutan gubernur itu secara spontan mendapat tepukan tangan ratusan seniman yang hadir dalam silaturahmi.

Gagasan Pakde Karwo saya anggap orisinal dan baru kali pertama dikemukakan oleh seorang gubernur. Barangkali gubernur-gubernur lainnya di Indonesia belum berpikir ke arah sana. Namun, gagasan orisinal itu perlu dicermati. Dicermati dengan mencari rujukan berdasarkan hukum sebagai landasan operasionalisasi perlunya pemberian asuransi kesehatan untuk seniman. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 mengamanatkan: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Ini berarti bahwa pemerintah tidak mengatur urusan pribadi kehidupan seniman, termasuk masalah kesehatannya.

Rancangan Undang-Undang tentang Kesenian belum pernah dibahas oleh anggota legislatif di gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Kepedulian Gubernur Jatim terhadap kesehatan seniman merupakan wacana segar yang memungkinkan direalisasikan di era otonomi daerah yang berjalan sejak tahun 2000. Dalam penjelasan Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah "yang diperbarui pada tahun 2000" antara lain disebutkan bahwa kepala daerah sebagai pengayom masyarakat harus mampu berpikir, bertindak, dan bersikap dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat umum daripada kepentingan pribadi, golongan, dan aliran.

Maka gagasan Gubernur Jatim itu sejalan dengan yang diamanatkan dalam penjelasan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Untuk itu, gagasan asuransi kesehatan untuk seniman perlu tindak lanjut dan mendapat tanggapan positif, terutama dari anggota DPRD Jatim serta instansi terkait lainnya, khususnya Dinas Kesehatan Provinsi Jatim dan pihak manajemen rumah sakit umum milik Pemerintah Provinsi Jatim yang tersebar di daerah kota dan kabupaten. Jika pihak legislatif dan eksekutif memiliki kemauan politik dalam menanggapi gagasan gubernur, cepat atau lambat tentu dapat terealisasikan secara bertahap, pelan- pelan tapi pasti.

Mengingat masa bakti Gubernur Jatim masih kurang empat setengah tahun ke depan, hingga tahun 2014 mendatang, kemungkinan gagasan itu bisa terwujud. Untuk dapat merealisasikan gagasan asuransi kesehatan untuk seniman itu memerlukan pembahasan secara matang antarinstansi dan penggodokan dalam sidang di gedung DPRD yang notabene adalah wakil rakyat dan dituangkan dalam peraturan daerah (perda) sehingga memiliki payung hukum.

Kendati saat ini di tengah masyarakat sebenarnya sudah dipraktikkan asuransi kesehatan untuk keluarga miskin (Askin) yangmengatur pengobatan gratis bagi keluarga tidak mampu di rumah sakit pemerintah. Perlukah asuransi kesehatan untuk seniman? Kita, barangkali, belum memiliki data akurat tentang berapa jumlah seniman di antara 36 juta jiwa penduduk Jatim. Jika diasumsikan bahwa seniman Jatim sekitar 1 persen dari jumlah penduduk, sedikitnya terdapat 3,6 juta jiwa peyandang predikat seniman. Mengingat di Provinsi Jatim memiliki aneka ragam kesenian tradisi yang tersebar mulai dari Banyuwangi sampai Magetan dan dari Sumenep sampai Pacitan.

Kesenian tradisi itu gaya Mataraman, Osing, budaya arek, pedalungan, pesisir mapun pedalaman. Mulai dari tari gandrung, kendang jimbe, kuntulan, wayang krucil, wayang beber, wayang jekdong, tari topeng, reyog, ludruk, macapat, kentrung, kesenian bernuansa Islam, maupun seni modern seperti teater, seni rupa, musik, paduan suara, dan lainnya. Di 38 daerah kota dan kabupaten se-Jatim memiliki andalan kesenian tradisi maupun modern yang sampai sekarang tetap dilestarikan para seniman. Mengingat bahwa menjadi seniman atau pekerja seni adalah profesi, seniman adalah anggota masyarakat seperti profesi lainnya, seperti petani, nelayan, buruh, pedagang, dan lainnya.

Di awal tulisan ini disebutkan, ars longa vita brevis atau seni itu panjang dan hidup itu pendek. Maka, asuransi kesehatan untuk seniman kiranya perlu direalisasikan, setelah Pemerintah Provinsi Jatim terlebih dulu memprioritaskan masalah mengatasi jumlah angka kemiskinan dan pengangguran di Jatim.

M DJUPRI Seniman dan Penulis, Tinggal di Malang

Sumber: cetak.kompas.com

Tidak ada komentar: