Senin, 22 Februari 2010

Teater Boneka Cingcingmong "Geger Jamaludin"
Sutradara: Sri Waluyo Sebat

Waktu Mulai:
26 Februari 2010 jam 20:00
Waktu Selesai:
27 Februari 2010 jam 20:00
Tempat:
Teater Salihara
Jl. Salihara no.16 Pejaten Barat, Pasar Minggu (dekat UNAS)
Jakarta, Indonesia


Lakon Geger Jamaludin berkisah tentang pengorbanan cinta yang berakhir tragis. Karena cintanya tak mendapat restu dari orang tua, Jamaludin yang alim kemudian memilih hidup sebagai perampok. Ia berpikir bahwa cintanya yang suci akan abadi. Dan demi menggapai cinta abadi dibutuhkan pengorbanan total: tidak sebatas materi, jika perlu nyawa sekalipun. Jamaludin percaya bahwa cinta yang suci mampu membangkitkan kekuatan dalam dirinya, sehingga membuatnya sanggup menghadapi segala rintangan. Namun, takdir punya kehendak yang tak terduga dan kekuatannya jauh di luar batas daya manusia.

Pertunjukan ini menggabungkan seni peran manusia dan teater boneka. Kata “cingcingmong”, yang berarti “bergandengan tangan”, diambil dari bahasa Tegal—tempat dalang/sutradara Sri Waluyo Sebat lahir dan dibesarkan. Cingcingmong juga merupakan simbol kerukunan dan persahabatan. Dalam tradisi musik tradisional, “cingcingmong” juga bermakna sebuah rangkaian atau susunan nada-nada Cirebonan, nada-nada Jawa Tengah, atau nada-nada Jawa Timur yang dipadukan menjadi satu rangkaian yang saling mengisi dan bertautan.

HTM Rp 50.000,-
Pelajar/mahasiswa Rp 25.000,-

Reservasi tiket di loket salihara 021-7891202, 0817-077-1913
Waktu operasional:
Senin-Jumat pukul 09:00-19:00 WIB
Sabtu pukul 16:00-19:00 WIB
Minggu dan hari libur nasional tutup, kecuali ada acara. Bila ada acara, waktu operasional diperpanjang hingga pukul 21:00 WIB.

========================================

The story Geger Jamaludin tells of a sacrifice for love which has a tragic ending. Because his parents don’t give their blessings to his choice in love, Jamaludin who is devoutly religious then chooses to live as a thief. He thinks that pure love will be eternal. And to achieve eternal love requires a total sacrifice: not only material, but if necessary one’s life as well. Jamaludin believes that pure love can awaken strength within oneself, so that one is able to face all obstacles. But fate has its own unexpected wishes and strength far beyond the limits of human power.

This performance combines human acting and puppet theater. The word “cingcingmong” means “hand in hand,” in the language of Tegal—where the puppeteer /director Sri Waluyo Sebat was born and raised. Cingcingmong is a symbol of harmony and friendship. In traditional music, “cingcingmong” also means an arrangement of Cirebonese, Central Javanese, or East Javanese notes combined to become one composition in which they complete each other and fit together.


Tidak ada komentar: