Selasa, 09 Juni 2009


Ballada Penyaliban



Yesus berjalan ke Golgota

disandangnya salib kayu

bagai domba kapas putih.



Tiada mawar-mawar di jalanan

tiada daun-daun palma

domba putih menyeret azab dan dera

merunduk oleh tugas teramat dicinta

dan ditanam atas maunya.



Mentari meleleh

segala menetes dari luka

dan leluhur kita Ibrahim

berlutut, dua tangan pada Bapa:

– Bapa kami di sorga

telah terbantai domba paling putih

atas altar paling agung.

Bapa kami di sorga

Berilah kami bianglala!



Ia melangkah ke Golgota

jantung berwarna paling agung

mengunyah dosa demi dosa

dikunyahnya dan betapa getirnya.



Tiada jubah terbentang di jalanan

bunda menangis dengan rambut pada debu

dan menangis pula segala perempuan kota.



– Perempuan!

mengapa kautangisi diriku

dan tiada kautangisi dirimu?



Air mawar merah dari tubuhnya

menyiram jalanan kering

jalanan liang-liang jiwa yang papa

dan pembantaian berlangsung

atas taruhan dosa.



Akan diminumnya dari tuwung kencana

anggur darah lambungnya sendiri

dan pada tarikan napas terakhir bertuba:

– Bapa, selesailah semua!



(dari Ballada Orang-orang Tercinta, 1957)

Tidak ada komentar: