Rabu, 10 Juni 2009
HONGKONG (hlm. 25-26)
Di Hongkong kita tersenyum, menegursapa,
tapi mereka memandang kita dengan curiga.
Bagai sipandir atau sigila dihina.
Di kota ini setiap orang jadi serdadu
kerna setiap jengkal tanah adalah medanlaga.
Di jalan yang ramai dan di mana-mana tulisan Tionghoa
para pelacur menggedel dan menawarkan bencana.
Tuhan dan penghianatan mempunyai wajah yang sama.
Tak ada mimpi kecuali yang dahsyat dan mutlak mimpi
berkilat-kilat serta nyaring bagai tembaga
terbayang dalam dada ataupun wajah kuli yang suka bengkelai
Tak ada orang asing di sini.
Setiap orang adalah asing sejak mula pertama.
Orang-orang seperti naga.
Tanpa sanak, tanpa keluarga.
Setiap orang bersiap dengan kukunya.
Kita bebas untuk pembunuhan
tapi tidak untuk kepercayaan.
Orang di sini sukar diduga
Bagai kanak-kanak suka uang dan manisan.
Bagai perempuan suka berlian dan pujian.
Bagai orang tua suka candu dan batu dadu.
Dan bagai rumah terkunci pintunya.
Sukar dibuka.
Tapi sekali dijumpa kuncinya
terbukalah pintu hati
manusia biasa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar