Rabu, 10 Juni 2009
SAJAK SEORANG TUA UNTUK ISTRINYA
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu.
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang.
Dan juga masadepan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita.
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh.
Hidup adalah untuk mengolah hidup,
bekerja membalik tanah,
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tuarenta, dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porakporanda..
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.
Lihatlah! Sembilanpuluh tahun penuh warna!
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu.
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar