Kamis, 06 Agustus 2009

Mencari jati diri lewat lukisan kontemporer

Senin, 18 Mei 2009 11:32:25
20090518113225_h2@RAKHMAT.jpg Tak jarang sebuah karya seni yang dibuat oleh seseorang menunjukan isi hati, atau luapan batin terpendam yang tidak bisa dengan mudah diungkapkan dengan kata-kata.

Bahkan, sebuah karya seni juga kadang mengandung makna/arti tersendiri yang ditujukan bagi orang lain, atau juga merupakan bentuk emosional, kebimbangan dan kebingungan penciptanya menemukan jati diri.

Berbagai kemungkinan tentang seni itu seperti terlihat pada 24 karya senirupa kontemporer Tang Shu dan Wang Hui, yang dipamerkan di H2 Art Galery Semarang pada 15-25 Mei 2009, bertajuk Hidden Identity.

Dalam berbagai karya yang dipamerkan, kedua perupa asal China itu seolah ingin mencari jati diri dalam pesatnya perkembangan dunia, sekaligus menunjukan pesan sosial dan moral dari berbagai kejadian di dunia seperti perang, gempa bumi, serta dampak globalisasi yang tak terukur.

Hidden Identity seolah mampu menyanyat hati untuk menggugah perasaan iba, kasihan, marah, benci, hingga kebebasan jiwa bagi siapapun pengunjung dalam cat minyak, pastel dan mix media di atas kanvas.

Sebut saja karya The Broken Gun, Azrael With the Girl, dan Petition to Close Guantanamo Prison oleh Tang Shu yang mampu menunjukan kesakitan dan derita akibat perang, atau New World-Yellow dan Should be Red oleh Wang Hui yang menunjukan keterasingan dalam gemerlap dunia.

Tang Shu mengatakan dalam pergeseran [perkembangan] dunia yang sangat cepat, berbagai makna kejadian yang seharusnya penting untuk diingat menjadi sangat mudah dilupakan.

Selain itu, dia melanjutkan kejadian masa lampau yang menjadi pijakan [tumpuan] tidak lagi menginspirasi generasi sekarang, dengan berbagai pengaruh globalisasi dan alam yang tak pernah berhenti menimbulkan gejolak secara individu dan komunitas.

“Penangkapan secara kontemporer ini ingin menunjukan berbagai arti terpendam yang terjadi dari proses pergeseran dunia yang enggan untuk dilupakan, serta memaknai diri dalam identitas di tengah persaingan,” ujarnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Kurator pameran Suwarno Wisetrotomo mengatakan identitas diri merupakan upaya mengonstruksi narasi diri secara utuh, atau merupakan tindakan yang memerlukan kejujuran dan ketulusan.

Hal itulah yang tampaknya tengah diungkapkan pada karya Tang Shu dan Wang Hui lewat karyanya untuk mengidentikasi dan merumuskan identitas diri, baik pada masalah kultural, sosial hingga kejadian dunia yang terekspresi secara imajinatif.

Tegangan, kerisauan atau ketidak nayamanan bisa dieliminir oleh kejujuran, karena memanipulasi identitas tak berguna, selain akan menjadi beban berat dan naif yang disebut kebohongan dan mesti dipanggul, serta berpotensi menikam diri.

“Identitas tak harus eksplisit terungkap dalam diri, tapi akan terbaca melalui berbagai tanda, gejala dan terakumulasi menjadi kode yang kuat, seperti sebuah karya seni kontemporer yang dipamerkan ini,” katanya.

Suwarno mengungkapkan karya Tang Shu menunjukan dirinya sebagai generasi yang teralienasi [terasing], sebagai kesadaran ideologis melalui goresan kuas yang dapat dilihat sebagai artikulasi tentang kondisi dan sikap kritisnya, merekam isue dan menangkap bentuk dengan baik.

Secara garis besar, karya Tang Shu dengan teknik brus stroke [sapuan] terbagi dalam dua kecenderungan yaitu yang berpijak pada tema personal dan tema sosial politik, dengan berbagai pesan moral yang krusial, dramatis, mengenaskan maupun kontroversial.

Sementara itu, Suwarno menuturkan karya Wang Hui menunjukan dirinya sebagai generasi meniru dengan daya ganggunya yang menggugah kesadaran tentang pergeseran nilai dan tereduksinya karakter personal yang memiliki posisi tawar kuat dan mandiri.

Dalam karyanya, Wang Hui dengan teknik sederhana sapuan tipis tapi unik, menghadirkan lapis-lapis citra sosok yang bergerak dalam kerumunan berhasil merekam kehidupan gemerlap, warna-warni dan sibuk, tetapi sesungguhnya penuh ironi dan kepalsuan.

Manager H2 Art Galery Semarang Eko Pudji Achirusanto mengemukakan perkembangan senirupa kontemporer yang semakin pesat dan merata di dunia, khususnya Asia patut untuk diapresiasi, seperti penyelenggaraan pameran ini.

“Kehadiran dua perupa China dengan 24 karyanya di H2 Art Galery sekaligus untuk memberikan wawasan kepada publik pecinta senirupa, serta memacu perupa di Indonesia untuk terus bekerja keras, dengan tingkat persaingan yang semakin ketat,” jelasnya.

Oleh Arief Novianto



sumber : http://www.harianjogja.com/

Tidak ada komentar: