Rabu, 23 Desember 2009

Between Techniques and Instinctive Framing:
9 Windu Jeihan


Waktu Mulai:
27 Desember 2009 jam 20:30
Waktu Selesai:
17 Januari 2010 jam 18:00
Tempat:
Bentara Budaya Bali
Nama Jalan:
Jl. Prof IB. Mantra No. 88 A (by Pass) Ketewel, Gianyar
Kota/Daerah:
Denpasar, Indonesia


Hampir setengah abad sudah perupa Jeihan Sukmantoro (72) menekuni gambar model. Barangkali ia kini menjadi salah satu dari sedikit perupa yang tetap setia memilih ekspresi rupa seperti ini. Ketekunan Jeihan, bukan tanpa alas an. Ia sedang mencoba memadukan rasionalitas seni rupa Barat, yang ia pelajari di Institut Teknologi Bandug, dengan spiritualitas dunia Timur. Nama perupa ini mencuat sejak ia “berduel” dengan almarhum S Soedjojono dalam pameran bertajuk “Temunya 2 Ekspresionis Besar” 4-11 Agustus 1985 di Hotel Sari Pacific Jakarta. Dalam pameran itu Jeihan dianggap telah menjadi pemicu lahirnya boom seni rupa Indonesia. Ia berhasil menjual karyanya seharga 50.000 dollar AS (kurs waktu itu Rp 1.000 per dollar AS).

Salah satu pencapaian artistiknya, tampak pula pada perupaan mata perempuan gambar modelnya yang penuh misteri. Jeihan senatiasa memulaskan warna-warna kelam, bahkan terkesan berlubang. Banyak pengamat menilai mata itulah jendela spiritual untuk mengejar makna lukisan-lukisan Jeihan.

Pada usia sepuh dan dengan ginjal hasil cankokan, Jeihan justru menunjukkan kejutan-kejutan artistic luar biasa. Pencapaian tekniknya menggambar model boleh dikata sudah sampai pada tataran yang berhasil memadukan antara kecepatan dan insting. Jeihan bias memvisualisasikan wajah modelnya antara 2-4 menit dengan menggunakan cat dan kuas-kuas besar. “Ini sudah insting, bukan lagi sekedar instuisi. Naluri atau insting itu sesuatu yang paling purba dalam struktur kejiwaan manusia.,” tutur Jeihan. Karya-karya Jeihan, setidaknya, dalam 2-3 tahun terakhir selalu berangkat dari kecermatan semacam ini. Perupa yang lahir di Solo, 26 September 1938 ini berhasil membingkai keliaran insting ke dalam struktur seni rupa yang tidak saja indah, tetapi penuh kedalaman spiritual. Karya-karya periode ini untuk pertama kali akan dipamerkan untuk merayakan Sembilan windu usianya di Bentara Budaya Bali, 27 Desember 2009 – 17 Januari 2010.***



Tidak ada komentar: