Selasa, 01 Desember 2009

Pameran Karya Pilihan Galeri Nasional Indonesia & Pelukis2 Ambon
Jeja(k) Ring Timur
Penyelenggara:
Galeri Nasional Indonesia

Waktu Mulai:
03 Desember 2009 jam 10:00
Waktu Selesai:
08 Desember 2009 jam 4:00
Tempat:
Taman Budaya Provinsi Maluku


Dengan hormat mengundang Bapak/Ibu?Saudara untuk menghadiri acara pembukaan pameran seni rupa :

"Jeja(k) Ring Timur"

Pameran Karya Pilihan Galeri Nasional Indonesia dan Pelukis Pelukis Ambon

Hari/tanggl :
Kamis, 3 desember 2009

Waktu :
Pukul, 10.00 WIT

Pameran akan dibuka oleh Gubenur Maluku


Tempat :
Gedung Cengkeh
Taman Budya Provinsi Maluku
Jl. Pemuda No. 20
Karang Panjang, Ambon

Kurator : M. Agus Burhan
Co Kurator : Zondy Soukota

Pameran berlangsung sampai tanggal 8 Desember 2009
dibuka pukul 10.00 - 16.00 WIT

---------------------------------------------------------------------------

Pengantar Kuratorial:

Jeja(k) Ring Timur: Pameran Karya Pilihan Galeri Nasional Indonesia
dan Pelukis-pelukis Ambon

Oleh : M. Agus Burhan

1.Pengantar

Tidak banyak yang tahu bahwa di antara sekian banyak koleksi karya seni rupa di Galeri Nasional Indonesia terselip sebuah lukisan yang berasal dari seniman Ambon, yaitu karya A.H. Tjotjona yang melukiskan bunga dan binatang dalam gaya modern dengan kecenderungan surrealisme ekspresif. Siapakah A.H. Tjotjona itu dalam konstelasi seni rupa modern Indonesia? Mengapa karyanya bisa menjadi salah satu koleksi Galeri Nasional Indonesia? Banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan dengan fenomena keberadaan karya pelukis itu, namun dalam pengantar pendek ini akan difokuskan bahwa kelangkaan seniman Ambon atau seniman Indonesia timur dalam konstelasi seni rupa Indonesia merupakan masalah yang serius.
Seperti yang diketahui bahwa sampai saat ini dunia seni rupa (art worlds) modern Indonesia yang paling dinamis ada di wilayah Jawa dan Bali. Pada wilayah ini semua persyaratan yang dibutuhkan art worlds tersebut secara maksimal telah tersedia. Mulai dari sumberdaya seniman-seniman potensial dan karya-karya besar yang dihasilkan, kemudian penyangga komersial (commercial support) yang dibutuhkan. Demikian juga lembaga sosiokultural yang berupa museum, galeri, taman budaya, lembaga pendidikan kesenian, ataupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang memfokuskan diri pada masalah seni rupa. Tentu saja juga komponen art worlds yang lain, yaitu para mediator teknis yang bergerak sebagai art dealer sampai penyedia jasa-jasa teknis yang dibutuhkan oleh seniman dan galeri, dan juga mediator wacana yang terdiri dari para ahli seni, kurator, dan kritikus, beserta medianya. Tersedianya semua komponen art worlds tersebut memang memerlukan persyaratan kemajuan di bidang ekonomi dan kultural di suatu wilayah. Namun demikian, dari berbagai persyaratan itu, biasanya yang paling diharapkan tumbuh terlebih dahulu adalah munculnya seniman kuat kharismatik dan dukungan ekonomi yang bisa menjaga kontinuitas kreativitas, serta kelangsungan hidupnya.
Masyarakat dunia telah banyak mengetahui bahwa wilayah Ambon (Maluku) dan Papua sebenarnya banyak menghasilkan sumber daya manusia yang mempunyai jiwa seni yang tinggi. Penyanyi-penyanyi berkualitas tinggi banyak berasal dari Ambon. Pemahat-pemahat ekspresif dengan kepekaan artistik tinggi sangat melimpah dari bumi Papua. Namun demikian, mengapa begitu langka perupa-perupa modern Indonesia yang berasal dari Ambon atau wilayah sekitarnya? Jawaban idealnyanya mungkin karena belum tersedia semua komponen art worlds yang dibutuhkan untuk berkembang di wilayah itu, atau jawaban minimalnya adalah belum tersedia pendukung komersial ataupun dukungan pemerintah yang memadai untuk memberi semangat maupun kelangsungan hidup mereka. Seperti banyak pandangan para ahli bahwa dalam dunia kesenian, walaupun begitu banyak komponen yang ikut menunjang, tetapi peran seniman sesungguhnya menempati titik sentral yang teramat penting. Dalam banyak periode sejarah dan wilayah yang dunia keseniaannya belum maju, seniman bahkan sering merangkap perannya menjadi guru, pewacana, pembuat jaringan, atau sebagai aktivis yang menggerakkan iklim kesenian itu. Tokoh seperti inilah yang biasa dikenal sebagai agent of change. Dunia seni rupa modern di Ambon membutuhkan seniman yang bisa berperan sebagai agen perubahan. Seniman seperti itu bisa ditunggu kelahirannya secara alamiah karena dia lebih bersifat dilahirkan, atau given dari alam dengan bakatnya yang besar dan berbagai kecakapan sosialnya. Kelahiran seperti itu, jika ditunggu bisa berlangsung lama dan tidak ada jaminan hasilnya. Oleh karenanya di masa yang serba canggih dan penuh dengan modal ekonomi seperti sekarang ini, serta dalam konteks membangun entitas kebudayaan Indonesia modern, kiranya perlu diupayakan untuk memberikan dukungan iklim yang kondusif untuk lahirnya seniman-seniman potensial dari daerah Ambon dan sekitarnya.
Dengan latar belakang itu, Ambon harus banyak dikunjungi oleh seniman dan budayawan dari wilayah lain yang lebih dinamis aktivitas keseniannya. Ambon harus banyak menyelenggarakan pameran karya-karya seni rupa modern dari wilayah lain maupun karya-karya senimannya sendiri. Pada tahap awal, paling tidak Ambon harus masuk dalam konstelasi dinamika seni rupa modern di wilayah Indonesia timur, yang titik-titik potensialnya telah tumbuh di Balikpapan, Makassar, dan Manado. Dari keaktifan partisipasi yang terbangun pada jaringan ring timur Indonesia itu, diharapkan akan memudahkan seniman-seniman Ambon masuk dalam konstelasi seni rupa kontemporer Indonesia dewasa ini.
Di Makassar telah sering diselenggarakan peristiwa kesenian dan pameran seni rupa dalam skala nasional, antara lain seperti Makassar Art Forum tahun 1999, Temu Budaya IV Makassar tahun 2000, dan Pameran Idealokal Nusantara Galeri Nasional Indonesia tahun 2001. Di Manado juga sering diselenggarakan pameran berskala nasional dan internasional, antara lain seperti Pameran Pelukis Sri Hady dalam rangka Tahun Bahari 1998 Internasional, Pameran Seni Lukis Torang Samua Basudara, tahun 2000, Pameran Internasional Asian Christian Art Association tahun 2001, Pameran Lukisan Indonesia Gemilang 2002, dan Transgenerasi: Pameran Karya Pilihan Galeri Nasioanal Indonesia dan Pelukis Sulawesi Utara tahun 2007. Demikian juga di Balikpapan kegiatan seni rupa dan pameran dalam skala nasional juga sering diselenggarakan. Pameran tersebut antara lain seperti, Pameran Amri Yahya di Bontang tahun 1991, di Balikpapan Pameran Mustika tahun 1993, Titis Jabarudi tahun 1999, Godod Sutejo dkk. Tahun 2004, Diah Yuliati dan Aryo tahun 2005, serta Dialog Interlokus, Pameran Karya Pilihan Galeri Nasional Indonesia dan Pelukis Kalimantan Timur tahun 2008. Ditambah dengan aktivitas sanggar-sanggar, program-program Taman Budaya, dan peran pendidikan tinggi seni rupa di kota Makassar, Gorontalo, dan Manado, maka sebenarnya aktivitas seni rupa modern atau kontemporer di wilayah ring timur Indonesia bisa disinergikan. Dalam konteks demikianlah Galeri Nasional Indonesia dapat memberikan kontribusinya ikut mendorong suasana untuk menjadi semakin kondusif.
2. Mendorong Potensi daerah dan Mengemban Misi Desiminasi
Kegiatan Galeri Nasional Indonesia untuk wilayah ring timur Indonesia ini telah beberapa kali dilakukan. Kegiatan yang tidak langsung, tetapi mempunyai dampak positif bagi seniman-seniman Indonesia wilah timur yaitu program-program Pameran Nusantara. Dari pameran ini selalu ditampilkan karya-karya seniman yang potensial dari seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali juga seniman-seniman dari ring timur Indonesia, seperti Kalimantan Timur, Sulawesi, Nusatenggara, Maluku, dan Papua. Demikian juga pameran Idealokal Nusantara Galeri Nasional Indonesia yang diselenggarakan tahun 2001 di Makassar tentu sangat bermakna. Program pameran ke daerah dengan menampilkan karya-karya pilihan koleksi Galeri Nasional Indonesia di Medan tahun 2006, di Manado tahun 2007, dan di Balikpapan tahun 2008, selain mempunyai misi untuk desiminasi lembaga Galeri Nasional dan karya-karya koleksi yang dimilikinya pada masyarakat luas Indonesia, juga bertujuan untuk mendorong iklim kesenian yang lebih kondusif di daerah-daerah. Oleh karena itu, dalam program pameran tersebut disertakan pula karya-karya seniman daerah untuk dipamerkan mendampingi karya-karya pilihan koleksi Galeri Nasional Indonesia. Dari pengalaman pameran-pameran di daerah selama ini, seniman-seniman setempat menyambut dengan antusias program itu. Sering mereka ungkapkan, bahwa mendapat kesempatan kunjungan pameran Galeri Nasional di daerah dan bisa pameran berdampingan dengan karya-karya para maestro seli lukis Indonesia, merupakan sebuah pengalaman kehormatan. Dan itu mungkin merupakan peristiwa yang hanya terjadi satu kali dalam kehidupan mereka. Dengan pertimbangan perlunya suatu wilayah mendapatkan dukungan dan permintaan yang begitu antusias dari daerah, maka tahun ini Galeri Nasional memilih kota Ambon, sebagai salah satu titik penting wilayah ring timur Indonesia untuk dikunjungi.
Profil Galeri Nasional Indonesia memang mempunyai sifat yang ganda. Di satu pihak merupakan lembaga yang bersifat museum dengan berbagai koleksi dan aktivitasnya, tetapi di lain pihak juga bersifat galeri yang mempunyai sifat pada aktivitas seni rupa kekinian beserta dimensi aktualitasnya. Galeri Nasional Indonesia merupakan lembaga kebudayaan yang direncanakan sejak lama, dengan diawali pendirian Wisma Seni Nasional. Rencana gagasan tersebut akhirnya berkembang sebagai Pusat Pengembangan Kebudayan, yang sebagian baru diwujudkan dengan pembangunan Gedung Pameran Seni Rupa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (23 Februari 1987) sebagai sarana kegiatan seni rupa. Akhirnya setelah diperjuangkan secara intensif sejak tahun 1995, Galeri Nasional Indonesia baru terealisasi pada tanggal 8 Mei 1998 di Jakarta dan setahun kemudian fungsinya baru diresmikan secara formal. Lembaga kebudayaan ini bertugas melaksanakan pengumpulan, pendokumentasian, registrasi, penelitian, pemeliharaan, perawatan, pengamanan, penyajian, penyebarluasan informasi, dan bimbingan edukatif tentang karya-karya seni rupa Indonesia atau juga karya-karya asing. Galeri Nasional Indonesia selain mengoleksi seni rupa yang merupakan ekspresi budaya modern, seperti lukisan, sketsa, grafis, patung, dan fotografi, juga mengoleksi karya seni kriya dan seni etnik yang memiliki estetika tertentu, seperti keramik, batik, dan wayang.
Saat ini, Galeri Nasional Indonesia memiliki sekitar 1500 koleksi karya seniman Indonesia dan mancanegara, antara lain : Raden Saleh, Hendra Gunawan, Affandi, S. Sudjojono, Basuki Abdullah, Barli Sasmitawinata, Trubus, Popo Iskandar, Sujana Kerton, Dede Eri Supria, Ivan Sagita, Lucia Hartini, Iriantine Karnaya, Hendrawan Riyanto, Nyoman Gunarsa, Made Wianta, Ida Bagus Made, I Ktut Soki, Wassily Kandinsky (Rusia), Hans Hartung (Jerman), Victor Vassarely (Hongaria), Sonia Delauney (Ukraina), Piere Saulages (Perancis), Zao Wou Ki (China). Selain itu juga terdapat karya dari negara-negara Gerakan Non Blok yang tidak bisa disebutkan semua. Di antara karya-karya dari nama-nama besar itu, masih banyak lagi karya koleksi yang berasal dari seniman-seniman yang bermutu, tetapi namanya belum menjadi selebriti seni rupa Indonesia. Salah satunya adalah karya pelukis A.H. Tjotjona seniman yang berasal dari Ambon.
Melihat latar belakang proses terbentuknya Galeri Nasional Indonesia, maka lembaga ini mempunyai keterkaitan dengan sejarah nasional yang kuat. Peran lembaga ini secara utuh dapat dilihat lewat berbagai visi, misi, tujuan, dan aktivitasnya. Visi Galeri Nasional adalah menjadi pusat kegiatan pelestarian dan penyajian kegiatan karya-karya seni rupa yang berorientasi kedepan, dinamis, kreatif, inovatif, dan sebagai wahana mewujudkan masyarakat Indonesia yang berbudaya dan memiliki jati diri di tengah-tengah kehidupan antarbangsa. Misinya adalah melestarikan dan memasyarakatkan karya seni Indonesia dan koleksi Galeri Nasional Indonesia. Mengembangkan kreativitas di kalangan seniman dan apresiasi seni rupa masyarakat, dengan kegiatan dan usaha mengembangkan pemikiran, pandangan, dan tanggapan terhadap karya seni rupa. Selain itu juga memelihara perluasan komunitas kreator dan apresiator. Tentang tujuannya adalah mewadahi kalangan seniman dan masyarakat dalam meningkatkan kreativitas dan apresiasi seni rupa. Dengan latar konseptual itu, aktivitas Galeri Nasional tertuang pada kegiatan mengelola dan mengembangkan koleksi karya-karya, menghimpunnya menjadi data base melalui berbagai kajian, dan mengaktualisasikan sebagai pameran permanen koleksi. Kemudian mengelola data-data tersebut, sehingga lembaga ini bisa dijadikan salah satu pusat informasi dan penelitian seni rupa. Aktivitas yang paling bisa diapresiasi langsung oleh masyarakat, yaitu menjadi media bagi terjalinya hubungan komunikasi antarseniman, perkembangan seni rupa antardaerah dan Indonesia dengan perkembangan seni rupa dunia lewat berbagai aktivitas pameran. Di samping itu juga mengembangkan potensi masyarakat melalui pelatihan dan pendidikan seni rupa.
Melihat potensi Galeri Nasional Indonesia yang sedemikian besar, maka sangat sayang jika tidak dapat termanfaatkan juga di daerah-daerah. Galeri Nasional merupakan aset bangsa, yang bisa dijadikan pintu masuk dan modal daerah-daerah untuk mengembangkan potensi seni rupanya.

3. Meninggalkan Jejak dan membuat Jejaring

Kembali mencermati kondisi sosiokultural di Ambon, akan terlihat pula bahwa belum kondusifnya dunia seni rupa modern karena belum adanya dukungan pendidikan seni rupa yang memadai. Bakat-bakat potensial tidak segera mendapat perawatan dan peningkatan yang baik lewat dunia pendidikan. Dengan tidak adanya pendidikan itu, penguatan motivasi, pengenalan wacana, penguatan skil praktik, dan kemampuan dalam kecakapan sosial tidak terlatih. Padahal dalam kenyataan dunia praksis, peran pendidikan kesenian itu juga merupakan hal yang penting dalam penguatan modal sosial dan ekonomi pada seniman. Pada masa kini seniman yang terdidik secara formal akan mendapatkan legitimasi yang lebih kuat di masyarakat. Selain itu, seniman tersebut akan dapat mengembangkan self support dengan memanfaatkan civil effect ijazahnya untuk bekerja, apabila karyanya belum laku. Dengan modal pendidikan pula, maka biasanya pemenuhan idealisme keseniannya dapat berjalan terus, baik dengan bekerja paruh waktu pada profesi lain atau menjadi seniman total yang profesional.
Menjadi kenyatan yang memprihatinkan juga bahwa di Ambon sampai saat ini masih sulit untuk mendapatkan material seni lukis, seperti cat minyak, cat acrilik, kanvas, apalagi untuk berbagai material yang lebih canggih. Penyediaan dan kebutuhan material-material seni lukis tersebut sangat berbanding jauh dengan material untuk konsumsi modern lainnya. Belum lagi jika dicari komponen-komponen art worlds yang lain seperti masyarakat pendukung, berbagai mediator teknis atau wacana, dan lembaga-lembaga sosiokultural atau keseniannya. Hal itu merupakan berbagai indikator minus yang memperlihatkan kondisi keseluruhan dunia seni rupa Ambon masa kini.
Sebelum ada sistem pendidikan yang memadai, diharapkan kegiatan Galeri Nasional di Ambon atau di ring timur wilayah Indonesia dapat meninggalkan jejak pengaruh dan membangkitkan motivasi. Baik hal itu pada individu-individu seniman yang mempunyai potensi bakat besar, maupun pada pengelola-pengelola lembaga kebudayaan dan kesenian yang dikelola pemerintah maupun swasta. Demikian juga dapat mendorong tumbuhnya semangat untuk memunculkan wacana seni modern dalam kalangan seniman, aktivis kebudayaan, maupun pada masyarakat luas lewat media massa. Dengan demikian, diharapkan juga jejak Ambon dalam seni lukis modern Indonesia tidak hanya terbatas pada sebuah karya A.H. Tjotjona di Galeri Nasional Indonesia. Akan tetapi bisa lebih banyak tampil dalam berbagai kegiatan seni rupa, baik dalam skala daerah maupun nasional.
Langkah dengan membuat jejaring pada setiap even yang bisa diikuti oleh seniman Ambon merupakan hal yang mendesak. Membangun jejaring bisa dilakukan pada antarindividu, antarorganisasi, antarlembaga swasta atau pemerintah, yang meliputi proses distribusi wacana, kegiatan pameran, pertukaran seniman, kesempatam belajar, sampai juga mencari pendukung modal ekonomi. Dengan kemajuan teknologi komunikasi seperti sekarang ini, sebenarnya potensi untuk saling berinteraksi dan membuat jaringan lebih mudah. Apa yang terjadi pada dunia seni rupa kontemporer di Jawa dan Bali, bahkan di dunia internasional akan mudah untuk diikuti lewat dunia maya. Sebagai contoh, seniman-seniman dari Makassar dan Balikpapan banyak yang aktivitasnya tembus ke dunia internasional juga lewat browsing di internet dengan melihat kemungkinan event-event internasional yang bisa diikuti. Di lain pihak, berbagai kegiatan yang telah dilakukan oleh Galeri Nasional Indonesia di wilayah ring timur Indonesia, atau khususnya di Ambon seperti sekarang ini seharusnya dapat ditindaklanjuti oleh lembaga-lembaga kesenian pemerintah, seperti Taman Budaya, atau departemen-departemen yang terkait dengan kepentingan perkembangan kesenian ini. Berkaitan dengan hal itu, ada baiknya diperhatikan pula bahwa pemerintah saat ini sedang menggalakkan sektor industri kreatif, yang di dalamnya termasuk bidang seni rupa modern, yang sudah nyata memberikan kontribusi pada peningkatan devisa negara. Oleh karena itu, Pameran Karya-karya Pilihan Galeri Nasional Indonesia yang menghadirkan para maestro seni rupa modern Indonesia dengan Pelukis-pelukis Ambon ini merupakan momentum yang sangat langka. Pameran ini diharapkan mempunyai makna besar untuk membangun penanda jejak dan jaringan terbentuknya dunia seni rupa modern di Ambon atau Maluku pada umumnya.

4. Penutup

Pameran ini akhirnya selain bisa memberi gambaran tentang kondisi dunia seni lukis Indonesia dan seni lukis Ambon, juga bisa memberi informasi dan kesimpulan lainnya. Pertama, potensi proses pembentukan dan pengembangan dunia seni lukis di Ambon akan lebih dimungkinkan oleh munculnya kekuatan seniman. Faktor pendukung lain seperti kurator, kritikus, art dealer belum ada, sehingga gerak dinamika dunia seni lukis berjalan lamban. Kedua, elemen lain yang berupa pendidikan formal seni rupa belum ada sama sekali, maka peran seniman dalam membangun sanggar-sanggar diharapkan banyak membantu untuk melahirkan generasi-generasi pelukis atau perupa baru di Ambon atau di Maluku pada umumnya. Ketiga, lewat interaksi dalam sanggar dan komunitas seni, berbagai pameran pelukis-pelukis nasional di Ambon, pengalaman pameran pelukis Ambon di forum nasional dan berbagai aktivitas workshop dan seminar seni rupa di Ambon, diharapkan mendorong proses dialog dan transformasi pada kesadaran pelukis atau perupa Ambon dan Maluku pada umumnya.
Dengan kondisi yang serba terbatas, bagaimanapun semua proses itu telah memberi motivasi wacana dan bentuk-bentuk baru dalam seni lukis di wilayah ini, sehingga menjadi senafas dengan perkembangan seni lukis Indonesia pada umumnya. Galeri Nasional Indonesia dengan menghadirkan koleksi karya-karya pilihannya juga dimaksudkan untuk memberi masukan, tantangan, dan perbandingan untuk mendorong proses transformasi seni rupa Ambon atau Maluku dalam mencapai perkembangan yang dinamis.

--------------------------------------------------------------------------------


REPRESENTASI SENI RUPA DAERAH MALUKU
DALAM MELEWATI DIMENSI RUANG DAN WAKTU

Zondy Soukotta

Sebuah awal baru bagi peradaban seni rupa di negeri seribu pulau ini untuk berkembang dan berdaptasi dengan perkembangan seni rupa nasional, akan melahirkan pandangan yang lebih kompleks terhadap pemaknaan dengan berorientasi pada objek objek manusia dan alam sebagai kekuatan utama dalam menghadapi tekanan–tekanan aktual di era globalisasi kini.
Lahirnya idealisme seniman daerah Maluku yang kreatif yang didasari pada hubungan dan kenyataan yang terbentuk secara otomatis karena pemetaan objek terpola dari simbol, tanda , bahasa , suku dan agama yang dikelompokan untuk menghasilkan sebuah nilai yang dapat dipresentasikan dengan bermuara kepada representasi budaya secara antropologis yaitu mengamati berbagai keunikan budaya dengan tekanan sosiologis sebagai kenyataan yang dihadapi sebagai sebuah realitas.
Terciptanya konsep-konsep realistis selalu berlangsung sejalan dengan kenyataan yang dihadapi dalam pola kehidupan masyarakat Maluku diangkat ke permukaan disimbolkan oleh para perupa untuk menunjukan bahawa kehidupan masyarakat yang heterogen bukan dipandang sebagai sebuah perbedaan namun menjadi sebuah perekat yang kuat dalam kekuatan budaya “Pela dan Gandong “
Kekuatan ini disimpulkan dalam berbagai goresan karya anak negeri provinsi seribu pulau ini untuk dipresentasikan dalam menembusi berbagai bentangan perbedaan pola pikir , perbedaan ras , suku dan agama sehingga akan membentuk pertukaran nilai- nilai yang positif bagi pembangunan Maluku .
Idiom –idiom budaya sebagai padangan seniman rupa daerah Maluku dituangkan dalam karya dekoratif yang berorintasi kepada entik Maluku tenggara sebagai salah satu daerah yang kaya akan perupa dan pengrajin, “Nuansa Tanimbar1 dan Nuansa Tanimbar 2 di interpretasikan oleh nicky terhadap sebuah strata masyarakat yang terpelihara tanpa adanya perpecahan, kedudukan dalam budaya begitu dijunjung tinggi di dalam masyarakat Maluku Tenggara sebagai sebuah tradisi yang tetap dipertahankan.
Kekhasan pada daerah Tanimbar menggambarkan bahwa modernitas tidak selamanya akan memperngaruhi sisitim tata nilai serta tradisi sepanjang adat dan budaya menjadi melekat dengan pemiliknya dan menjadi simbol sebuah jatidiri.
Susunan patung tanimbar menunjukan susunan strata masyarakat dan dibarengi dengan kekayaan alam budaya yang masih dipertahankan hingga kini.
“the Legend “ 2009 karya Nicy Manuputy adalah presentasi objek wisata seribu pulau yang menyimpan berbagai kenangan bagi negeri ini, kecantikan panorama alam dan budaya Maluku selalu menjadi daya tarik bagi publik , karaya realis Nicolas yang dibuat berjudul “ Ma’atenu adalah sebuah simbon keperkasaan kapitan /satria Maluku dalam memberantas kolonialis, pada lukisan ini nicy membuat narasi dari kekuatan hubungan manusia dengan pencipta dalam menghadapi tantangan.
Keberanian para kapitan alaka di daerah Lease Maluku tengah dalam menghadapi kolonialisme yang bercokol di Maluku, para kapitan sangat sakti dan tidak bisa ditempa oleh berbagai senjata tajam. Keberanian dan keperkasaan para satria ini masih tetap terpelihara dalam ritual adat negeri Pelauw yang kemudian digelarkan sebagai sebuah icon pariwisata Provinsi Maluku.
Pada lukisan nicky mengangkat metafor tradisi sebagai kekuatan utama dalam sisitim siosial dan bertumbuh bersama sama dalam srtuktur masyarakat adat yang membetuk kekuatan spiritual adat yang begitu kental di masyarakat Maluku .
“Tari Cakalele”2009, “Tari lenso”tahun 2009 , dan Penari Tifa 2009 menjadi sebuah narasi bagi Bas Titihalawa untuk mengangkat potensi budaya Maluku sebagai presentasi aset budaya lokal yang harus terpelihara. Potret penari wanita sebagai sebuah pandangan tentang bagaimana harus menjadi seorang yang feminim yang tetap mempertahankan orisinilitas sebagai auranya dari pencitraan diri, kepercayaan diri dan tetap melestarikan adat dan budaya sebagai alat perekat hubungan masyarakat yang heterogen di Maluku.
Wanita sebagai salah satu simbol kehidupan dan dibalut dengan pakaian tradisional sebagai upaya untuk tetap menjaga dan melestarikan tata nilai adat budaya daerah, sebuah ajakan yang selalu bergema di negeri seribu pulau ini
“ Tangan Selalu ada “ 2009 menjadi sebuah perjalanan hidup senimn dimana badai dan tekanan sosial selalu menghimpint namun di tengah berbagai terpaan masalah selalu ada Tangan yang tersedia baginya.Kekuatan Badai hidup ini tidak selamanya akan menenggelamkan harapan kita seperti halnya porpinsi ini pernah diterpa oleh badai kemanusiaan namun masih ada tangan yang tidak pernah tersembunyi untuk tetap memberkan pertolongan, ketika pandangan hidup ini mulai gelap karena derasnya arus kehidupan, yakinlah bahwa ada harapan yang selalu ada untuk melewatinya.
Seorang aanak muda yang sangat berbakat di daerah Maluku Victor leo Tahalea banyak mengangkat tema –tema Religius dalam lukisan Poteretnya yang berjudul “ MY SAVIOR” 2009 disini sang pelukis mengespresikan bagaimana kasih yang tak terbatas selalu mendatanginya untuk melewati berbagai dimensi ruang dan waktu, sang Pelukis mencoba untuk merefleksikan bagaimana karya penebusan baginya, sebuah ketenangan jiwa sang pelukis didapati pada pandangan dan tatapan berbelas kasih untuk hidup dengan sesama . poteret My Savior menjadi objek leo dalam goresan kwasnya pada kanfas.
“ EMBRIO “ tahun 2009 karya Leonard menunjukan setiap manusia telah direkam dalam kandungan dengan sifat –sifat baik , bahkan sang seniman punya mimpi untuk menjadi yang terbaik dalam hidupnya sekalipun putaran kehidupan ini beragam namun tidak dapat membatasi seseorang untuk punya niat baik. Embrio tidak memandang pada apa yang ada di luarnya dia hanya punya visi yang terbaik , kehidupan ini harus terus dipandang sebagai perjalanan watku namun harus terus diisi dengan berbuat baik dan tetap menggapai mimpi kita .
“PENGORBANAN” tahun 2009 karya Yan Patipawae menjadi sebuah tatapan masa depan adakah yang mau mengorbankan dirinya untuk orang lain, tema religius yan semata mata menonjolkan betapa berartinya sebuah pengorbanan dan kasih Allah untuk umat Manusia.
Fredy tulaleka dengan salah satu karyanya mengekspresikan tentang “PROTES” tahun 2009 sebuah keinginan untuk bebas dari rasa tidak adil yang selalu mewarnai perjalanan sang seniman bahkan mewakili akan negeri ini yang tidak pernah puas akan demokrasi.
Seringkali dihadapi dibangsa ini kepercayaan dinodai oleh keserakahan dan kemunafikan, sehingga banyak mengorbankan kepercayaan masyarakat , kedudukan selalu menjadi rebutan banyak orang , politik selalu berlaku sok adil kenyataannya ibu pertiwi terus menerus mengalami kerusakan.
Inilah yang selalu menjadi realitas hidup sang seniman ketika ketidak seimbangan itu muncul dimana-mana dan ketidak adilan sering datang menghantui dirinya, tangan –tangan yang kotor saling berebutan dan saling menarik hanya untuk membuat kita tidak bisa berucap inilah kemudian diungkapkan seniman.
Salah satu seniman senior Oce Leleulya menggambarkan tema-tema tradisional pada “TARIAN PENYAMBUTAN,2009”, “VISIT TO MALUKU 2009” dan “ MASOHI 2009” oce membuat narasi tentang kehidupan tradisi sepertihalnya pada goresan bas titihalawa.
Oce mengangkat tema budaya sebagai unsur perekat dalam kehidupan “pela Gandong yang masih terpelihara seperti pada karya “ MASOHI “ 2009 dimana tata cara hidup bersaudara tanpa memandang Ras, Suku , Agama hanya untuk mendorong Maluku manggurebe maju melintasi lautan kehidupan yang penuh tantangan, rasa bersatu and bersaudara dibangun lagi di Maluku dan beradaptasi dengan berbagai terpaan jaman bagi seniman kekuatan persekutuan orang Maluku itu begitu kuat dan kental dalam sanubari orang Maluku .
Visit to Maluku “ 2009 karya oce menjadi jawaban bagi semua orang bahwa Maluku indah panorama Alam dan juga budayanya memiliki daya tarik tersendiri , keidahan alam maritimnya, kekayaan biota laut yang tak terbatas menjadikan provinsi ini sebagai tempat kunjungan wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.
Inilah representasi seni rupa ( lukis) karya anak Negeri dalam melewati ruang dan waktu dalam polah hidup orang bersaudara “ PELA GANDONG “ membangun Maluku kedepan.


Tidak ada komentar: