BAKABA
Waktu Mulai:
17 Februari 2010 jam 19:30
Waktu Selesai:
23 Februari 2010 jam 21:30
Tempat:
Jogja National Museum
Jl. Amri Yahya No. 1 Gampingan
Yogyakarta, Indonesia
Secara harfiah "bakaba" berasal dari kata kaba yang artinya kabar, bakaba adalah berkabar yang bermaksud mempunyai kabar. Di Minangkabau, kaba merupakan cerita yang diungkap secara lisan dari mulut ke mulut yang difungsikan sebagai alat pengajaran/penanaman hal-hal yang membentuk prinsip-prinsip hidup yang kuat.
"bakaba" di Minangkabau diartikan sebagai sebuah cara berkisah, atau menyampaikan "sesuatu" dengan cara mengiaskannya dalam sebuah kaba/cerita, "sesuatu" yang dimaksudkan dapat disebut sebagai pesan yang tersembunyi/pesan yang diselipkan dalam kaba dan disampaikan secara metaforik sehingga secara tidak sadar dapat merasuki dan tertanam pada perasaan dan pikiran para pendengar.
Hingga masa sekarang ini istilah "bakaba" merupakan sebuah acara kesenian yang menceritakan segala macam kisah dengan setiap pesannya dan diselenggarakan dengan diiringi berbagai alat musik sebagai instrumennya. Selain dari itu "bakaba" juga dilakukan dengan menumpangi bentuk-bentuk kesenian seperti Randai, Saluang, Rabab, Indang dan Selawat Dulang.
Secara sosiologis "bakaba" dapat dilakukan dimanapun seperti di Rumah Gadang, Surau, Lapau atau warung kopi dan bahkan di tepian mandi. Sistim pendidikan seperti ini sangat kental pada masayarakat Minangkabau, sebab kaba ada untuk sesuatu yang belum diketahui/sangat terbuka untuk hal apapun yang bersifat baru, artinya budaya ini tidak akan pudar sampai kapanpun dan tetap relevan untuk setiap zaman.
Dalam bakaba, pesan disampaikan dengan dikiaskan pada kaba secara metaforik, pada dasarnya pengungkapan yang metaforik tidak hanya menjadi sebuah cara yang halus/indah dalam menyampaikan sebuah pesan bagi masyarakat minang, sebab berbahasa dengan menggunakan metafora sudah menjadi makanan keseharian bagi mereka. Bahasa keseharian seperti ini menjadikan masyarakat Minangkabau sangat peka terhadap hal-hal yang terkias dan tersembunyi, "alun takilek alah takalam" (belum terjadi kilat, sudah terasa gelap kembali) artinya sebelum terbesitkan dalam kata/terlihat dalam rupa, namun sudah terduga maksud dan tujuannya.
Secara singkat dijelaskan bahwa masyarakat Minangkabau memiliki tata bahasa yang bernilai tinggi, tidak umum dan sangat akrab dengan Metafora, diketahui bersama bahwa pengambilan hal-hal yang merupakan pengibaratan/percontohan secara simbolik tidak dapat dilakukan dengan mendeskripsikan/mengutip secara langsung pada alam (realitas), akan tetapi harus melewati makna/pemahaman yang berlapis sehingga menimbulkan persepsi yang bersifat khusus (realitas baru). Bagi masyarakat Minangkabau, Proses menemukan realitas baru inilah yang mengasah kepekaan setiap individu dalam beradaptasi dengan alam dan lingkungan. Sehingga hal ini juga dikatakan sebagai basic/dasar intelektual Masyarakat Minangkabau khususnya pada bidang seni rupa bagi para anggota Komunitas Seni Sakato.
Merujuk pada persoalan seni, di Minangkabau seni secara umum hadir dalam bentuk hiburan dan permainan dalam mengisi waktu luang, namun seni bukanlah hiburan ataupun permainan, seni berdiri sendiri sebagai seni, namun seni berperan sebagai atmosfer yang menyelimuti hiburan dan permainan tersebut dalam penyampaian maksud ataupun pesan yang tersebunyi. Artinya seni dipahami tidak lebih dari sebuah bahasa yang halus dan bernilai tinggi namun terkonstuksi dengan pondasi yang sangat kokoh. Seperti pada kesenian saluang misalnya, lagu-lagunya sedikit kocak dengan pantun yang mengelitik, namun dibalik itu si tukang dendang/penyanyi saluang menyelipkan pesan-pesan moralis, politis, spritual dan sebagainya, bunyi saluang dengan irama yang mendayu-dayu, suara tukang dendang yang indah dan melenggak-lenggok yang dianggap sebagai seni hanyalah merupakan sebuah cara untuk memperhalus dan menyelimuti pesan sehingga dapat merasuki penonton diluar kesadarannya secara halus dan melekat.
Berdasarkan uraian di atas, maka karya-karya perupa pada Pameran Besar Komunitas Seni Sakato yang mengusung tema "bakaba" ini, diharapkan dapat mencerminkan kekuatan intelektual pada kepekaan artistik dan tata bahasa visual yang bernilai tinggi serta memiliki prinsip dan konstruksi pemikiran yang kuat.
Desrat Fianda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar