Jumat, 23 April 2010

Post-Psychedelia



Waktu Mulai:
03 April 2010 jam 16:00
Waktu Selesai:
24 April 2010 jam 17:00
Tempat:
Ruang B & Ruang Sayap
Jl. Bukit Pakar Timur no.100
Bandung, Indonesia


Selasar Sunaryo Art Space dengan hormat mengundang anda untuk hadir dalam acara pembukaan pameran


POST-PSYCHEDELIA


Aas Rukasa//Arin Dwihartanto//Ary Sendy Trisdiarto//Duto Hardono//Irwan Dharmawan//Laurs Oscar Osman//Reza Afisina//S. Teddy D.//Syagini Ratnawulan//Toni Kanwa//Yani Halim


Kurator
Agung Hujatnikajennong


Dibuka Oleh:
Bapak Jim Supangkat


Pembukaan:
Sabtu, 3 April 2010, pukul 16.00 wib
Dilanjutkan dengan diskusi pada pukul 18.00 wib

Menampilkan performans dari BIO SAMPLER dan SUNGSANG LEBAM TELAK

Selasar Sunaryo Art Space
Jl. Bukit Pakar Timur No.100
Bandung, Indonesia


Pameran akan berlangsung hingga 24 April 2010


POST-PSYCHEDELIA

Selama berabad-abad, proses kreasi seni atau praktik artistik nyaris selalu dikaitkan dengan perwujudan / manifestasi dari suatu disposisi batiniah atau kualitas-kualitas internal manusia. Selama berpuluh-puluh tahun, teori-teori kebudayaan, terutama melalui psikoanalisa, telah mempelajari bagaimana disposisi batin berpengaruh besar pada perilaku manusia, termasuk praktik artistik. Seni rupa, demikian halnya, lantas dipercaya sebagai bidang kegiatan yang mengeksplorasi berbagai kualitas mental dan internal manusia itu, termasuk ketidaksadaran (the unconscious). Gerakan avant-gardis Dada yang berujung pada manifesto Surrealisme—penegasan tentang ‘otomatisme psike’ manusia, sebagai diktum yang mengesahkan ketiadaan mekanisme kontrol rasional—adalah contoh populer dari kepercayaan ini.

Praktik seni rupa modern dan kontemporer telah lama disahkan oleh jargon ‘self-expression’ (ekspresi diri), sebagai jenis kecakapan yang bebas. Hari-hari ini jargon itu memayungi berbagai praktik dan kecenderungan, dari yang abstrak, ekspresif sampai realistik. Jarang kita menyadari betapa jargon itu sesungguhnya bersifat ‘melumrahkan’, dan menggeneralisir praktik-praktik seni—sebagai ‘manifestasi disposisi batiniah’—yang berbeda-beda. Pada titik itu, pertanyaan-pertanyaan berikut bisa diajukan untuk menakar perbedaan-perbedaan ‘ekspresi’ artistik: Kualitas internal seperti apa yang dimanifestasikan dalam proses penciptaan seorang seniman? Sejauh mana proses penciptaan bisa dijadikan medium untuk mencapai kebebasan? Kebebasan semacam apa yang ingin dicapai oleh seniman?

Itikad awal pameran ini adalah mengupayakan suatu sampel praktik artistik yang bermanfaat untuk melaah kembali definisi dan batas-batas ‘wilayah ketidaksadaran’. Melalui pameran ini hendak diuji sejauh mana disposisi batin para seniman bisa ditengarai dalam kaitan dengan sistem kepercayaan dan perubahan jaman. Dalam kebudayaan populer, peran dan aspek-aspek ketidaksadaran manusia justru ‘dirayakan’ sebagai sebuah gerakan tandingan (counter movement) anak muda dekade 1960-an. Merespon pada situasi sosial pasca Perang Dunia II yang karut-marut, generasi 1960-an—di Amerika Serikat dikenal dengan nama Flower Children—mengampanyekan perlawanan terhadap otoritarianisme, militerisme dan konsumerisme. Sebaliknya mereka antikekerasan, dan memuja kebudayaan hippie, kedamaian dan spiritualisme timur. Seni-seni yang berkembang pada masa itu sarat dengan eksperimentasi yang menejelajahi pemikiran dan ‘alam’ yang tak terjamah, dalam ketidaksadaran, mimpi dan fantasi. Semangat jaman pada masa itu sarat dengan hawa kebebasan. Populernya penggunaan medium seperti LSD, obat-obatan psikoaktif dan marijuana semakin menegaskan era itu sebagai manifestasi kebudayaan psikedelik terbesar abad 20.

Terinspirasi oleh manifestasi kebebasan dalam kebudayaan psikedelik, pameran ini hendak menampilkan karya-karya yang dipercaya melibatkan aspek ketidaksadaran dalam penciptaannya. Akan tetapi, ketidaksadaran tidak hanya difahami sebagai suatu kondisi akibat proses konsumsi medium psikoaktif / psikotropika. Melainkan lebih jauh daripada itu. Karya-karya yang bersumber pada spiritualisme transendental, semangat primitivisme, jeprut, dll. akan disandingkan bersama di bawah payung besar ‘pasca-psikedelia’. Pameran ini meminjam istilah ‘psychedelia’ sebagai pijakan untuk mengivestigasi peran dan aspek ketidaksadaran dalam wilayah praktik artistik, khususnya seni rupa. Merujuk pada pengertian dalam bahasa Yunani, Psychedelic sesungguhnya sangat berhubungan dengan jargon ‘ekspresi diri’: Psyche (soul, jiwa) dan Delein (manifesto, manifestasi).

Agung Hujatnikajennong
(Kurator Pameran)

Tidak ada komentar: