Selasa, 04 Agustus 2009

Kota yang mengendap di arus bawah

Written by Administrator
Thursday, 30 July 2009 15:57


Kita mungkin akan mesem¬mesem sendlri,jlka melihat stiker-stiker yang terkumpul dalam buku ini. Stiker-stiker ini mengandung permainan makna yang tak terduga, seringkall nakal, dan sangat beragam. Aneka kaligrafi Islam yang kalau diteliti barang sejenak, kadang ngaco teksnya. Aneka ikon yang kadang mengherankan kok bisa menyelusup ke pojok-pojok miskin kota, seperti: Che Guevara, Bob Marley, Spiderman, Donald Bebek dan Wlnnie The Pooh, dan grup metal. Atau, ikon yang diplesetkan, seperti Benyamin S. yang digrafiskan jadi mirip Che.

Juga aneka ucapan, kalimat, kata mutiara, petuah, peringatan, yang jika dilihat keseluruhan, bisa membuat para ahli sekali pun kewalahan menangkap pola di situ dan mengategorikannya. Misalkan stiker bertulis "Bebas Tapi Sopan" atau "Sopan Santun Harap Dipakai" bisa bersanding dijalan dengan stiker bertulis saru macam "ABG: Atas Bawah Ginux-ginux" atau "Wanted: tanabe, Tante Nakal Berduit". Stiker "Ardath: Aku Rela Ditiduri Asal Tidak Hamil" dijual bareng stiker "Maksiat Ingat Adzab..."

Bahkan ada yang tak bisa ditangkap apa maknanya: "Yang Gila Tidak Mendapatkan Rasa Protes." (Halaman 155) Cobalah Anda mengartikannya, dan selamat bingung!

Tim litbang ruang rupa yang telah bekerja keras mengumpulkan 5000-an stiker kota dan menyelldiki sumber produksi stiker-stiker ini, mengakui juga kebingungan itu. Dalam diskusi peluncuran buku ini, tim mengakui pada akhirnya memilih kategorisas yang sangat cair -walau kemudian disayangkan sebagian pengamat seperti Lisa Bona (Kineforum) dan Ugoran Prasad (aktivis teater) kenapa kategori cair itu pun tak disertai pertanggungjawaban.

Buku ini memuat hanya sekitar 1700-an stiker dari koleksi mereka, dibagl menjadl 40 kategori, dal "Keindonesiaan", "Aparat", hingga "Flora", "Fauna", "Wanita & Erotisme", "Playboy", bahkan yang sangat spesifik seperti "Hitler" atau "Bob Marley". Untuk jenis stiker teks saja, ada beberapa kategori lagi, yaknl: "Teks klasik", "Teks warning", "Teks caution", dan "Teks Amanat". Memang, kalau melihat sekilas saja, kategori-kategori ini tampak terlalu "eklektik", bahkan nyaris "suka-suka". Agaknya, ada keengganan tersendiri dal tim ruangrupa untuk memllah kategori yang ketat bagi stiker¬stiker ini. Semacam kecemasan akan menghilangkan kekayaan teks budaya jika semua stiker itu dlkungkung dalam sebuah taksonomi.

Kecemasan itu ada benarnya, tapi pilihan kategorisasi yang terlalu cair juga berisiko mengurangi ketajaman pemaknaan kita atas stiker-stiker itu. Untungnya, stiker-stiker itu bisa blcara sendiri, tentang impian-Impian orang kota yang terpendam di arus bawah masyarakat klta. Buku ini seperti pintu untuk memasuki ranah studi budaya lebih lanjut atas stiker-stiker kota yang "kampungan" itu. Semiotika, Etnografi, mungkin juga sejarah atau perbandingan senirupa, akan menemukan banyak sekali peluang studi lanjutan dari buku ini.

Pengantar dari tim juga dengan bagus menangkap pesan-pesan pentlng stiker kota, seperti: "Hidupku di Tangan-Mu Tuhan", "Bebas Tapi Sopan", "Tampak Jelek Tapi Bonafide", dan "Biar Jarful n Ngebul Tapi Gaul". ini adalah sederet pesan yang menyiratkan sebuah hasrat dan impian orang kota. Ada hasrat untuk bertahan hldup, dengan mengaitkan dengan kepasrahan pada Tuhan di situ. Ada hasrat pergaulan dan tatakrama. Ada hasrat akan posisi sosial ("penampilan"),juga hasrat yang tak terlalu jelas tentang orang kota yang kosmopolit dan "gaul".

Uniknya, hasrat kekotaan itu ternyata diproduksi di desa. Tim ruangrupa, khususnya Ugeng dan Ardi, berhasil menemukan produsen paling awal stiker-stiker kota (nama yang disematkan oleh tim ini), yakni AMP, milik Bapak Kusnadl dan istrinya, Ibu Pujowati. Mereka ada di Desa Pakisaji, Malang, dan telah memulai usaha rumahan mereka sejak 1977. Bagaimana impian dan hasrat kota diproduksi di desa, sungguh ironi yang menarik!

Tentu saja, stiker-stlker murah AMP, mengilhami produsen-produsen stiker lain yang "lebih kota". Tapi, stiker-stiker yang dlbuat belakangan, tampak merupakan pelesetan lebih berani dal pakem stiker AMP. Lebih saru, kadang porno dan kasar, dengan selera humor yang telah berubah: mengetawai stiker-stiker pendahulu mereka.

Semua itu menghiasjalanan kota, Binding-Binding bangunan murah di gang-gang metropolitan, atau di berbagai atrlbut identitas oral orang kebanyakan di kota. Membuat kota, khususnya Jakarta, terasa meriah oleh guyon-guyon seni rupa dalam stiker-stiker itu. Jakarta boleh penuh sikut-slkutan, tapi, kata sebuah stiker, "Dilarang Sakit Hatl". Daripada sakit hati, mending menempel stiker (atau membeli buku ini) dan mesem-mesem sendiri. [VI Hikmat Darmawan]


sumber : http://www.visualartsmagazine.info/

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Your blog keeps getting better and better! Your older articles are not as good as newer ones you have a lot more creativity and originality now keep it up!