Selasa, 04 Agustus 2009

Masa Depan Seni Rupa Kontemporer di Asia

“Sewaktu saya menjadi direktur, saya merestrukturisasi dan mengembangkan Art Basel menjadi ajang penting sebagaimana dikenal sekarang. Saya juga membentuk dan meluncurkan Art Basel Miami Beach, yang segera menjadi pasar seni kontemporer penting di Amerika. Namun itu semua masa lalu.”

Itu dikemukakan Lorenzo Rudolf, Fair Director Shanghai Contemporary, dalam pertemuan dengan kalangan seni rupa Indonesia yang terdiri dari para seniman, kolektor, para pemilik galeri, dan pencinta seni. Pertemuan berlangsung Minggu (24/8) petang pekan lalu di kediaman kolektor seni rupa terkemuka, Deddy Kusuma, di Pondok Indah, Jakarta. Dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh ASPI (Asosiasi Pencinta Seni Indonesia) itu, Lorenzo menegaskan bahwa masa depan ada di sini, di Asia.

Lorenzo, yang pada tahun 1991-2000 menjadi Direktur Art Basel, Switzerland, melihat bagaimana iklim telah berubah sekarang. ”Sekian lama dulu, dunia seni kontemporer menjadi sesuatu yang mudah dikemudikan: yang ini bagus, yang itu jelek, bagian lain dari planet,” ucapnya. Dengan itu, dia hendak menegaskan, bagaimana dulu semua ukuran dan pasar ditentukan oleh Barat.

Kini, menurut Lorenzo, seiring menguatnya ekonomi beberapa negara Asia berikut liberalisasi sosial dalam berbagai bidang, dunia seni juga berkembang di berbagai tempat. China dan India merupakan contoh tempat di mana cita rasa global tengah ditempa.

Yang dibutuhkan Asia sekarang adalah pembentukan platform pasar, untuk melengkapi berbagai events yang telah ada baik di Eropa maupun di Amerikia. Potensi itu tersedia. ”Kalian punya seniman-seniman hebat yang beberapa di antaranya kompetitif dengan seniman-seniman Barat, serta pasar (seni rupa) berikut galeri-galeri yang menarik dan profesional,” kata Lorenzo.

Berubah

Dalam kesempatan itu, Oei Hong Djien, yang juga berbicara sebagai salah satu kolektor terkemuka di Indonesia, menyatakan bahwa dirinya sekarang bukanlah satu-satunya kolektor besar. ”Banyak kolektor muda, dengan fresh collection, fresh money,” ucap Hong Djien.

Yang jelas, menurut Hong Djien, di sini tak tersedia fasilitas maupun dukungan pemerintah bagi dunia seni (rupa). Dunia seni rupa kontemporer Indonesia berkembang nyaris tanpa adanya sebuah infrastruktur.

Perupa FX Harsono, yang dikenal sebagai salah satu eksponen Gerakan Seni Rupa Baru di tahun 1970-an, angkat bicara mengomentari perkembangan pasar seni rupa dewasa ini. Katanya, dulu dia tidak pernah mempertimbangkan pasar dan kolektor dalam hubungannya dengan seni kontemporer. Sekarang ia melihat, sementara pemerintah sama sekali tak memberi dukungan terhadap perkembangan seni kontemporer, pasar, dan dan kolektor itulah yang kelihatannya menggairahkan perkembangan seni kontemporer.

Harsono termasuk perupa dari angkatan 1970-an yang kini karya-karyanya termasuk diterima oleh pasar. ”Ada joke,” kata Harsono. ”Teman-teman mengatakan, karyamu sekarang lebih manusiawi. Saya bilang, apa dulu tidak? Mereka jawab, setidaknya sekarang lebih manusiawi untuk keluarga.”

Dia menegaskan bahwa karya-karyanya dari dulu sampai sekarang sebenarnya tidak banyak berubah. Di situ, dengan kata lain, ia hendak mengatakan, dunia pasar itu sendiri yang jangan-jangan berubah. (BRE)

Sumber: Kompas, 31 Agustus 2008
http://cetak.kompas.com/


Tidak ada komentar: