Rabu, 05 Agustus 2009

Dua Arus Seni Rupa Kontemporer

amarahmu-adalah-anugrah

I Wayan Seriyoga Parta

Perkembangan seni kontemporer dibombardir dengan kehadiran seniman-seniman muda dengan berbagai kecenderungan, karya-karya mereka merefleksikan persoalan jamannya. Dalam project ini mencoba mempertemukan dua wilayah kreatif yang selama ini ditengarai memiliki kecenderungan yang berbeda, seni rupa Bali kuat menampilkan representasi identitas-kultural sementara seni rupa Semarang tidak/belum pernah terdeteksi apa sesungguhnya yang tengah berkembang disana dan tidak banyak seniman Semarang yang hadir dalam perhelatan pameran-pameran. Hal ini sungguh paradoks, karena di Semarang ada sebuah galeri seni rupa yang mempunyai nama dan memiliki jaringan pasar yang kuat yakni Gallery Semarang dan ironisnya mereka “tidak pernah” mengangkat seniman Semarang sendiri.

Semenjak tahun 2000-an sesungguhnya ada kecenderungan yang sama mengejala pada seniman muda di dua wilayah ini. Mereka umumnya seniman muda yang merasa gelisah dengan medan kreatifnya di Bali selain Klinik Seni Taxu ada beberapa kelompok seniman muda yang cukup intens menghadirkan geliat kreatif yang berbeda dari kecenderungan umumnya di Bali. Beberapa seniman (mahasiswa) kerap membuat kelompok/komunitas. Komunitas Pojok (tahun 2003) adalah salah satunya mereka bergerak dari kampus STSI (ISI) Denpasar mengkritisi aura kreatif yang sangat gersang di kampus tempat mereka mengasah daya kreatif, dengan mulai membuat famlet, melukis dinding-dinding kampus dan membuat seni eksperimental (instalasi,performance) di halaman kampus. Tidak hanya berhenti di sana, mereka mulai meluaskan pergerakan kreatifnya dengan menjamah ruang-ruang publik. Melakukan aksi-aksi kreatif seperti pameran keliling dengan sepeda, pameran ditempat kos-kosan, membuat pameran lukisan, instalasi dan performance di Monumen Perjuangan Bajrasandi Renon Denpasar, Taman Budaya Art Center Denpasar, hingga berpameran di Bale Banjar bekerjasama dengan desa Adat. Membuat mural di tempat strategis di daerah Denpasar. Mereka menjajagi segala kemungkinan, dan berinteraksi dengan masyarakat lewat karya seni, meskipun karya-karya tidaklah terkatagori “santun” namun mereka mampu mendekati dan bernegosiasi dengan masyarakat sehingga aktifitas kreatif mereka akhirnya diterima oleh masyarakat. Disamping itu banyak kelompok-kelompok seniman muda yang melakukan pergerakan yang serupa yang umumnya membentuk kelompok-kelompok dari kesamaan angkatan.

Hal yang sama terjadi di Semarang meskipun lebih belakangan tahun 2006 sekumpulan seniman muda UNNES yang sedang gelisah dengan kondisi medan Semarang yang adem-ayem. Mereka mulai mengorganisir diri setelah berdialog secara intens, lahirlah Ktok Project (kos to kos project) dengan mengeluarkan biaya sendiri mereka mencari rumah kontrakan kumuh dibilangan kota Semarang dan segera menyulapnya menjadi ruang pameran. Dengan semangat yang tinggi puluhan anak muda ini mencurahkan daya kreatifnya membuat karya lukisan, komik, drawing, intalasi,video art dan performance. Project ini ternyata berimplikasi positif mengundang simpati media, seniman senior dan pelaku seni rupa Semarang serta mampu mengoyak ketenangan institusi tempat mereka belajar UNNES. Ktok Project pun terus berlanjut diselenggarakan dalam tenggang waktu dua bulan, secara bersama-sama melakukan greliya seni di seputaran Semarang. Ditambah dengan kesadaran untuk membangun semacam institusi mereka mulai membuat wadah yang lebih permanen yang dinaman Byar Creatif Industri dalam perkembangannya institusi yang mereka bangun mendapat simpati berupa sponsorsip. Karya-karya mereka banyak menampilkan persoalan urban kota Semarang. Muncul kesadaran membangun jaringan dengan kemunitas di luar Semarang, seperti; Solo, Yogyakarta, Malang, Bandung dan Jakarta. Mereka secara intens mengadakan kerjasama terutama dengan seniman muda Solo yang mengalami kondisi yang sama, karena meskipun ada ISI Solo namun kenyataannya geliat seni rupa Solo belum dapat terekspos ke luar.

Meskipun pada umumnya mereka menampilkan karya-karya yang beragam cenderung trans media dan bahkan media baru, namun sejalan dengan pergerakan kreatif mereka. Seni lukis tidak dengan serta merta ditinggalkan mereka tetap menekuni seni lukis seperti hal nya dengan medium lainnya. Hal inilah yang membedakan gerakan inisiatif artist dalam perkembangan seni alternatif akhir th 1990an sampai awal th 2000-an yang diharu-biru oleh perkembangan seni trans media dan media baru, dan seni lukis dediskriminasi kala itu. Dengan latar pergerakan tersebut kita bisa melihat sesungguhnya ada benang merah yang bisa menguhubungkan seni rupa Bali dan Semarang/Solo terutama sejak tahun 2000-an. Seniman-seniman dalam pameran ini adalah sebagian besar merupakan pelaku komunitas penting yang telah dipaparkan tadi.

sumber : http://yogaparta.wordpress.com/

Tidak ada komentar: