Selasa, 04 Agustus 2009

Galeri-Galeri di Bali - Fokus Pada Seni Rupa Kontemporer

oleh Michelle Chin

Bali sepertinya penuh dengan galeri-galeri seni rupa, lokasi yang dipilih pun utamanya di daerah wisatawan; Ubud, Kuta, Sanur dan Jimbaran, serta beberapa galeri lain yang berlokasi di kota Denpasar. Bagaimanapun juga, dari banyaknya "galeri-galeri seni rupa" lebih sering dianggap seperti "art shops" yang mana sejak era 1970-an dan era 1980-an hanya untuk memenuhi penjualan karya dan souvenir kepada wisatawan asing. Galeri-galeri dan "art shops" di Bali itu kebanyakan muncul dalam tahun tujuh puluhan dan delapan puluhanan yang orientasinya banyak memenuhi permintaan pasar lukisan tradisional dan neo-traditional. Beberapa ada yang tertarik dengan karya seni rupa kontemporer, tetapi mereka lebih memberi prioritas pada lukisan yang menggambarkan tema-tema tradisional kehidupan desa orang-orang Bali, tarian, upacara pembakaran mayat (ngaben), atau keindahan sawah.

Sejak awal 1990-an seniman-seniman kontemporer Bali memiliki sebuah kepastian akan kesuksesan dalam mempromosikan dan menjual karya mereka. Meski demikian, mereka seringkali masih merasa kesulitan menemukan sebuah galeri yang mau memamerkan lukisannya. Hingga sekarang ini, satu-satunya tempat yang tersedia untuk pameran adalah aula Museum Bali, Art Centre Denpasar, atau beberapa loby hotel bintang-lima.

Ironisnya, para seniman Bali sekarang yang berkarya gaya tradisional lebih mengalami kesulitan dalam menemukan tempat untuk menggelar pameran di Bali. Terbatasnya tempat yang tersedia untuk seniman-seniman kontemporer Bali hanya sedikit yang dianggap layak dalam beberapa tahun lalu. Sekarang jauh lebih mungkin jika kita menyaksikan sebuah pameran seni rupa kontemporer di galeri-galeri komersial manapun, dan, bahkan Museum Bali, Art Centre Denpasar, hotel bintang-lima dan museum-museum milik perorangan yang justru lebih sering menggelar pameran seni rupa kontemporer Bali.

Dengan terus meningkatnya jumlah seniman kontemporer Bali dan karena tidak adanya ruang-ruang pameran yang representatif, galeri-galeri komersial cenderung fokus pada seni rupa kontemporer yang sudah berdiri sepuluh tahun lalu disambut baik oleh para seniman dan pecinta seni.

Pada setiap tahunnya, seorang pecinta seni diharapkan mengunjungi beberapa pameran seni rupa kontemporer Bali. Galeri-galeri banyak menyerempakkan jadwal pameran yang bertepatan dengan musim libur tahunan, dan puncaknya saat musim datangnya para wisatawan. Kali ini yang banyak mereka harapkan adalah para wisatawan domestik dan asing, para pecinta seni dan kolektor untuk mengunjungi pulau itu.

Baru-Baru ini saya melakukan sebuah perjalanan keliling terutama ke galeri-galeri komersial di Bali. Saya memutuskan untuk membatasi diri pada galeri-galeri yang mempunyai jadwal program pameran reguler sepanjang tahun.

Seniwati Galleri of Art adalah milik para wanita-wanita, bahwasannya galeri yang pertama di Asia ini semata-mata hanya untuk seniman-seniman wanita, didirikan di Ubud tahun 1991. Galeri ini bertujuan untuk mengekspose keinginan para seniman wanita di Bali yang mandiri, untuk melatih dan mendorong perempuan-perempuan muda Bali yang berharap ingin menjadi seniman, dan untuk memudahkan penjualan karya seni sebagai seniman-seniman wanita yang berbakat. Seniwati Gallery setiap Minggu-nya mengadakan kelas menggambar untuk para ibu-ibu dan anak-anak, seperti halnya yang berkembang dengan sendirinya, workshop, demonstrations, performance, dan community art projects.

Galeri ini memamerkan dan menjual karya lebih dari tujuh puluh seniman wanita asal Indonesia dan luar negeri, yang semuanya penduduk/tinggal di Bali. Seniman-seniman yang berpameran di sana mempunyai variasi gaya dan teknik yang sangat baik, dari tradisional hingga kontemporer.

Ganesha Gallery di Four Reasons Resort Jimbaran terbentuk pada bulan November 1995. Di sana lebih dari tujuh puluh pameran tunggal dan pameran kelompok sejak galeri itu berdiri. Daftar yang telah berpameran di sana selama sembilan tahun lalu seperti melihat catatan yang memuat seniman-seniman kontemporer ternama Indonesia, dan banyak seniman asing yang menetap dan berkarya di Bali diberi pula kesempatan untuk berpameran di sana.

Ganesha Gallery, menghadirkan pameran yang karya-karyanya inovatif, lukisan, patung, fotografi dan seni grafis, yang berkisar antara gaya seni tradisional hingga post-modern. Di samping ukurannya yang agak kecil, galeri ini menjadi salah satu galeri yang paling berpengaruh di Indonesia.

Sika Gallery Contemporary, menyediakan sebuah ruang pameran yang kreatif, bagi seniman-seniman Bali yang berfikir ke depan (forward-thinking), terutama yang sudah menunjukkan skill-nya dalam seni multimedia dan siapa saja yang hidup dekat dengan spirit seni dan budaya Bali. Sebagai pemilik, Wayan Sika menjadikan dirinya seorang seniman dengan sebuah visi yang idealistis dan progresif pada masa depan. Untuk menyadari visi-nya, ia mendirikan Sika Gallery Contemporary di Ubud tahun 1996. Program galerinya fokus pada sebuah pameran dan promosi tentang seni kontemporer Indonesia. Ada beberapa pameran karya dari seniman kontemporer lokal dan seniman asing setiap tahunnya.

Sembilan Gallery terletak di Lodtunduh, tiga kilometer selatan Ubud. Didirikan tahun 1999, Sembilan Gallery mengarahkan menjadi tempat pertama untuk generasi baru seniman Indonesia. Koleksi galeri fokus utamanya semata-mata pada lukisan gaya abstrak dan expressionis, dan sangat hati-hati dalam memilih untuk menggelar sebuah pameran yang secara luas mengetengahkan tentang seni kontemporer Indonesia. Galeri ini mengadakan pameran tunggal dan pameran kelompok seni kontemporer.

Paros Gallery, berada di desa Sukawati pertengahan jalan antara Denpasar dan Ubud, berdiri pada bulan Desember 1999. Pemilik dan pengelola galeri adalah seorang seniman Bali bernama Made Kaek. Lokasi galeri menjadi satu dengan keluarganya, dan rumahnya menciptakan sebuah suasana yang menarik kontras dengan Arsitektur tradisional Bali. Paros Gallery merupakan sebuah tempat alternatif untuk pameran tunggal dan pameran kelompok lukisan kontemporer, patung dan fotografi.

Jezz Gallery, berlokasi di Denpasar, milik pegawai negeri yang pembukaannya pada bulan Desember 2000 menggelar pameran tunggal pelukis Bali, Agung Mangu Putra. Pemilik galeri, Gusti Bagus Arimbawa mengatakan, "Kita tidak bisa lagi membatasi peran kita terhadap pembelian dan penjualan karya seni seperti art dealer. Jezz Gallery harus mengambil sebuah posisi yang jauh lebih penting, sebuah agen untuk memfasilitasi kepentingan publik yang interes terhadap kehidupan seni dan budaya, dalam pikiran yang sehat yang lebih luas mengenai terminologi ini." Ia percaya, bahwasanya galeri dan seniman saling mendukung satu sama lainnya. Sebuah galeri tidak bisa mungkin ada tanpa seniman, dan tanpa sebuah galeri, mata rantai seorang seniman amat penting dalam menghubungkan karyanya dengan publik, baik dalam hal ekonomi dan dialektika.

Gaya Fusion of Sense, di Sayan buka pada Agustus 2000. Arsitektur dari bangunannya sangat menarik perhatian, lokasi galeri terletak di ruangan lantai bawah dan ruangan lantai atas terdapat restaurant dengan pemandangan sawah. Ukuran sangat besar, ruang galeri terbuka setinggi langit-langit (high-ceilinged) dan cahaya alami dibiarkan masuk dengan bebas. Pemilik menekankan sebuah keanekaragaman contemporary artistic dan cultural expression dalam sebuah atmosfir yang dapat merangsang emosi dan melalui akal pikiran yang sehat. Jadwal yang mereka organisir sangat penuh, pameran, konser, instalasi, video projection dan pertunjukan tari.

Dalam kunjungan ini beberapa galeri lain yang cukup bernilai baik, meskipun sementara agak jarang mengadakan pameran, Darga Gallery di Sanur dan Komaneka Gallery di Ubud, galeri komersial itu dianggap hanya fokus pada seniman yang pendidikan seni-nya tinggi dan berpengalaman dalam hidupnya atau belajar di luar negeri. Dua galeri ini mempromosikan karya-karya seni kontemporer yang berkualitas tinggi, termasuk dari seniman Indonesia dan luar negeri, dan masing-masing mereka menyelenggarakan beberapa pameran setiap tahunnya, serta dari sisa waktu yang ada galeri ini lebih memfokuskan pada koleksinya sendiri.

[translated by A. Anzieb]


sumber : http://www.michellechin.net/

Tidak ada komentar: