Selasa, 04 Agustus 2009

Seniman Juga Perlu Kenal Filsuf

Tidak semua gagasan Driyarkara mampu ditafsirkan oleh setiap orang, termasuk seniman. Banyak perupa yang belum mampu mengungkapkan gagasan Driyarkara dengan jelas dan menuangkannya dalam karya seni. Hal itu yang tertangkap di diskusi Membaca Driyarkara Lewat Rupa di Universitas Sanata Dharma (USD) pada Sabtu (20/12). Hadir sebagai narasumber St Sunardi, pengajar Magister Ilmu Religi dan Budaya USD.

“Sebagai sosok, Driyarkara adalah guru sejati. Sementara, gagasannya berakar dari filsafat Barat dan sastra Jawa Klasik,” ungkap penyunting buku Karya Lengkap Driyarkara: Esai-Esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya itu.

Menurutnya, gagasan Driyarkara banyak terpengaruh Martin Heidegger, filsuf eksistensialis asal Jerman dan Maurice Merleau Ponty, filsuf fenomenologi asal Prancis. Gagasan keduanya berpengaruh terutama dalam ide Driyarkara tentang kemanusiaan.

“Tapi gagasan itu belum terungkap dalam pameran ini. Saya kira masih sangat jauh dan memerlukan waktu yang sangat panjang untuk mengungkapkan gagasan Driyarkara dalam sebuah pameran, karena memang sulit,” katanya.

Meski demikian, lanjutnya, sejumlah gagasan Driyarkara telah terungkap secara gamblang seperti nasib guru dan perilaku manusia yang menjadi mangsa bagi manusia lain. Ia juga mengatakan pengungkapan gagasan Driyarkara melalui pameran seni rupa sangat baik untuk menghentikan verbalisme.

“Cara seperti ini sangat baik untuk memvisualisasikan ide, karena selama ini kita terjebak dalam verbalisme yang hanya menyampaikan gagasan melalui kata,” ujarnya.

Sementara itu, kurator seni dan pengajar pada Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Mike Susanto mengatakan beberapa karya belum mengungkapkan secara jelas gagasan Driyarkara. Menurutnya hal itu terjadi karena pemikiran Driyarkara belum cukup familiar di kalangan seniman.

“Tidak ada semacam pengantar untuk sosok Driyarkara. Jadi ada beberapa karya yang sepertinya berjarak dengan pemikiran Driyarkara,” ungkapnya.

St Sunardi dan Mike sependapat, pentingnya perupa menerobos dimensi baru pemikiran Driyarkara. Menurut mereka, seniman tidak hanya cukup mengilustrasikan pemikiran Driyarkara tetapi melakukan kontekstualisasi pemikirannya pada kondisi kekinian.

“Agar tidak terjadi propaganda,” kata St Sunardi.

Sedangkan Mike berpendapat karya seni yang baik adalah meletakkan kesadaran individu seniman untuk melakukan kontekstualisasi ide di masyarakat.

“Saya terkesan dengan lukisan tentan lumpur Lapindo. Ini menunjukkan pemikiran Driyarkara dalam kondisi kekinian,” ujarnya menanggapi salah satu lukisan yang menggambarkan bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo.

Sementara, Direktur Indonesia Contemporary Art Network (ICAN), Antariksa, yang menjadi moderator diskusi itu menjelaskan, belum terungkapnya pemikiran Driyarkara dan adanya sejumlah karya yang seolah tidak nyambung dengan pikiran Driyarkara karena terbatasnya waktu persiapan pameran. Selain itu, sosok dan ide Driyarkara yang mungkin masih asing di kalangan seniman memberikan jarak antara karya seni dalam pameran itu dan pemikiran Driyarkara.

Angelia Dewi Candra

Sumber: Harian Jogja, 22 Desember 2008
http://www.harianjogja.com/


Tidak ada komentar: