Senin, 08 Februari 2010

Perjalanan Narasi tentang Sepatu
oleh Satmoko Budi Santoso


Salah satu karya KaNA, "Perjalanan ke Tunisia" (120x100 cm, oil & pastel on canvas). (foto: satmoko)

SEPATU dan visualisasi obyek berupa tempat tertentu baik di dalam maupun di luar negeri adalah dua hal yang hampir selalu muncul dalam lukisan maupun drawing karya KaNA. Perupa alumnus angkatan 1992 minat utama seni grafis, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini menggelar puluhan karyanya, 22 Januari hingga 13 Februari 2010 di Rumah Budaya Tembi Bantul Yogyakarta. Perjalanan adalah tajuk pameran ini.

Tentu, pilihan ikon sepatu dan obyek berupa tempat tertentu seperti pasar Beringharjo, tugu Monas, dan lainnya itu jika dikaitkan dengan tajuk pameran yakni Perjalanan sudah langsung mudah ditebak arah sinkronisasi maksud pemaknaannya. Artinya, sebagai sistem tanda estetik, fungsi sepatu dan obyek tertentu di dalam karya-karya KaNA langsung berperan sebagai penjelas tema besar pamerannya.

Yang menarik dalam pameran ini adalah simbolisasi atas dua ikon sebagaimana disebutkan di atas dapat muncul begitu kuat dan hidup. Meskipun berkesan biasa dan umum-umum saja, namun betapa kekuatan goresan drawing KaNA cukup membuktikan sebuah proses kreatif atas ribuan kertas dan ratusan kanvas yang boleh jadi telah ia lampaui sebelum akhirnya sampai dalam momentum pameran kali ini. Rupanya, kekuatan skill menggores KaNA inilah yang menjadi salah satu pertaruhan penting di dalam pamerannya kali ini, meskipun pada karya-karya lukisannya pun cukup membuktikan kemampuan penggarapan keseluruhan bidang kanvas yang juga cukup baik, yang notabene lebih kompleks karena sampai pada pewarnaan segala.

Jadilah karya-karya KaNA adalah dokumen buku harian berisi karya estetika visual, yang mempunyai kekuatan secara terus-menerus sebagai artefak yang cukup representatif atas tempat tertentu tanpa batas waktu ke depan. Obyek estetik tentang pasar Beringharjo di Yogyakarta, misalnya, tentu saja akan mengalami perbedaan perspektif estetika visual seiring dengan perjalanan waktu. Nah, setidaknya, karya-karya KaNA telah memberikan pemicu kritis bagi orang yang kelak bakalan menggambar pasar Beringharjo. Bukankah seiring perjalanan waktu pasar Beringharjo akan mengalami pergeseran dalam wujud wadag visualnya?

Saya rasa, inilah salah satu sumbangan cukup urgen dari kehadiran karya-karya KaNA, karena dalam momentum ruang dan waktu kekinian ia bisa berperan sebagai saksi visual yang valid atas obyek tempat tertentu, namun upaya “dialog estetik” tersebut bisa digugat dan diruntuhkan “kevalidannya” sebagai risiko perjalanan waktu di masa depan. Dengan kata lain, sebagai suatu khazanah studi perbandingan, karya seperti yang digambar KaNA bisa bernilai amat antropologis, apalagi jika ada yang mau membandingkan, misalnya, dengan karya-karya Hendra Gunawan atau Affandi, yang “berkategori” lukisan atau drawing obyek tertentu yang berupa tempat dan kebetulan mempunyai kesamaan. Perhatikanlah capaian visual teknik goresannya, komposisi pewarnaan, maupun obyek apa saja yang divisualisasikan antarperupa yang berbeda generasi usia tersebut. Di situlah kedalaman aspek studi perbandingannya mempunyai peranan signifikan. Lantas, simpulkanlah kualitas estetik pencapaian mereka masing-masing…

Meski begitu, diakui oleh KaNA secara pribadi, sebenarnya ia memilih tajuk pamerannya dengan kata "perjalanan" karena bisa mewakili dua hal. Pertama, kata "perjalanan" yang bisa diartikan sebagai perjalanan yang sesungguhnya berupa kunjung mengunjungi suatu tempat yang menarik. Atau yang kedua, bisa juga diartikan sebagai suatu keadaan yang sedang dialami saat ini: sebuah langkah yang baru mencapai titik tertentu.

“Bagi saya sendiri, kata perjalanan itu adalah memuat pesan belum selesainya proses kreatif yang saya tempuh sehingga saya berharap akan lebih mempunyai peluang kematangan berkarya di hari depan,” demikian pengakuan KaNA merendahkan skill menggambarnya yang teruji cukup bagus, sebagaimana yang ia tulis sendiri secara sadar di dalam situs www.rumahkana.com. ***




sumber : http://indonesiaartnews.or.id/

Tidak ada komentar: