‘Space Cremation’ Erawan pada karya Tisna Sanjaya
oleh Argus Firmansah
Prosesi Space Cremation Tisna Sanjaya dan Nyoman Erawan (foto: Argus Firmansah)
Spiritualisme menjadi tema penting dalam perkembangan kesenian kontemporer di Bali pada tahun 2010. Djagad Art House, institusi kesenian bertaraf internasional yang digagas oleh Daniel Kho, Wayan Sujana Suklu, Wayan Sudiarta, Daniel Zacharias serta Daniel LeClaire pada pengujung tahun 2009 di Bali, menggelar perhelatan dunia dalam bentuk art festival bertajuk 'Apa Ini Apa Itu'.
Festival kesenian kontemporer di Pantai Lepang dan Kubu Wayan Suajan Suklu di Kabupaten Klungkung, Bali pada tanggal 29-31 Desember 2009 kemarin melibatkan 27 seniman dari 6 negara, termasuk Indonesia. Tema kesenian yang disajikan dalam perhelatan 'Apa Ini Apa Itu' yaitu pembacaan seni kontemporer pada kosmologi seni di dunia, di mana karya instalasi, performance art, musik kontemporer serta performing art yang merespon karya-karya instalasi dari Wayan Sujana Suklu, Nyoman Erawan, Wayan Sudiarta, Daniel Kho, Daniel Zacharias, Danuta Franzen (Polandia), Nyoman Sujana Kenyem, Eko Prawoto, Joko Dwi Avianto, Made Djirna.
Pada puncak perhelatan, Nyoman Erawan berkolaborasi dengan Tisna Sanjaya untuk membuat perhelatan performance art dan instalasi Ngaben kontemporer ala Nyoman Erawan. Tisna Sanjaya sendiri mulai melakukan proses penggalian kuburan 6 kanvas lukisan yang berjudul 'Ritus Abu' di Pantai Mertisari, Sanur, Bali pada tanggal 28-29 Desember 2009 bersama Wawan S Husin, Joko Avianto.
Performance art 'Ritus Abu' Tisna Sanjaya merupakan artefak dari kegiatan Sanur Village Festival pada bulan Agustus 2009 yang lalu. Kolaborasi Tisna Sanjaya dan Nyoman Erawan diakui Tisna Sanjaya sebagai proses akhir dari karya 'Ritus Abu'.
'Sebelum terjadi kesepakatan kolaborasi dengan Nyoman Erawan dalam karyanya ‘Space Cremation’ saya sendiri bingung harus apa lagi. Tapi melalui acara ini saya merasa plong. Akhirnya karya saya bisa diselesaikan melalui ritus budaya Bali,' kata Tisna Sanjaya di Desa Lepang, Klungkung Bali.
'Ritus Abu' adalah sebuah simbol ritual kesenian Tisna Sanjaya dalam membaca situasi budaya, sosial, seni rupa, dan politik Indonesia yang sudah seperti permainan tingkat tinggi. Tisna Sanjaya mengambil rujukan religi Islam dalam performance art 'Ritus Abu' di acara Sanur Village Festival tahun lalu. Lima lukisan yang dikuburkan itu simbolik tata cara orang muslim hidup di dunia. Kolaborasi dengan Nyoman Erawan melalui ritus Ngaben menjadi harmoni kesenian secara spiritual. 'Pada dasarnya, budaya apa pun secara spiritual adalah sama-sama menuju Maha Kuasa yang Tunggal,' tambah Tisna Sanjaya.
Hingga pada Selasa siang, 29 Desember 2009, artefak lukisan Tisna Sanjaya ditemukan dalam keadaan rusak, yang tersisa hanya spanram dan bagian-bagian kecil kanvasnya. Panitia art festival 'Apa Ini Apa Itu' membawa artefak 'Ritus Abu' itu ke Wantilan untuk diupacarakan. Usai pembukaan Art Festival 'Apa Ini Apa Itu' pada Selasa sore artefak tersebut diarak ke Kubu dengan performance art dari Welldo Wnophringgo dan Contemporary Bale Ganjur Orchestra.
Sementara itu Nyoman Erawan mempersiapkan instalasi Ngaben di Pantai Lepang yang akan dilaksanakan pada penutupan art festival 'Apa Ini Apa Itu' pada Kamis malam, 31 Desember 2009.
Bahasa simbol kebudayaan kontemporer dengan medan sosial seni rupa global juga referensi religi kebudayaan tertentu yang digarap para seniman meninggalkan jejak sekaligus mengenali artefak keseniannya. Nyoman Erawan sejak 1997 memang mulai intens dengan karya-karya berbentuk performance art Ngaben. Tema spiritual dalam karya seni kontemporernya semakin kuat dalam membaca budaya lokal melalui simbol-simbol artistik modern.
Demikian halnya dengan proses kreatif Tisna Sanjaya dengan performative form pada karya-karya terakhirnya. Nilai spiritual tak lekang diimbuhkan pada karya-karya instalasi maupun dua dimensi. pertemuan dua seniman dengan rujuakn yang hampir sama (hanya dibedakan pada akar budayanya) jelas menjadi melting point dalam praktik seni rupa kontemporer yang menginjak tahun 2010.
Karya Nyoman Erawan bertajuk 'Space Cremation' atau kremasi waktu dalam bentuk upacara Ngaben karya Tisna Sanjaya di Pantai Lepang, Klungkung, Bali, Kamis (31/12) malam tahun baru 2010, merupakan simbol kosmologi seni rupa Indonesia di akhir tahun 2009. Jean Couteau, pengamat seni rupa tinggal di Bali, memandang peristiwa 'Apa Ini Apa Itu' sebagai fenomena kesenian yang sadar atas kosmologi budaya yang mengitari karya-karya senimannya.
Karya seni dalam art Festival 'Apa Ini Apa Itu' selanjutnya diposisikan berseberangan dengan praktik komodifikasi karya seni rupa yang bergantung pada pasar. Karena entitas kesenian yang hadir di sana seolah menjadi persembahan pada nilai seni dan spiritualisme senimannya.
Pertanyaan mengenai karya seni kontemporer yang dirangkum menjadi tajuk art festival 'Apa Ini Apa Itu' juga kemudian menemukan titik terang, bahwa kesenian hari ini tidak melulu komersil. Ada bagian dan waktu untuk menjadi sebuah ritual senimannya dalam berinteraksi dengan masyarakat dan alam sekitar dimana manusia hidup dan menciptakan karya-karya artistiknya.
'Kegiatan art festival ‘Apa Ini Apa Itu’ diselenggarakan oleh Djagad Art House untuk menjembatani karya seniman kontemporer dan masyarakat luas sehingga muncul pemahaman baru terhadap kesenian dari berbagai aspek dan perspektif atau cara pandang. Interaksi dengan masyarakat dan atau dengan alam sekitar dalam proses kegiatan ‘Apa Ini Apa Itu ’ menjadi penting untuk sama-sama belajar hidup di kesenian,' kata Wayan Sujana Suklu, salah satu pendiri Djagad Art House sekaligus Ketua panitia art festival 'Apa Ini Apa Itu'.
Setelah mengkremasi instalasi tempurung kelapa oleh Daniel Kho, Wayan Sujana Suklu, Wayan Sudiarta di Pantai Lepang, prosesi ‘Space Cremation’ Nyoman Erawan dimulai dengan helaran Tisna Sanjaya membawa artefak lukisannya bersama performance Welldo Wnophringgo dan Contemporary Bale Ganjur Orchestra ke Pantai Lepang.
Tisna Sanjaya mengenakan kaos hitam, kain poleng dan topeng putih sambil membawa obor bak atlet membawa obor olimpiade kebudayaan dari Kubu. Setiba di Pantai Lepang, Tisna Sanjaya melakukan performance art, melepas sepatu bolanya, dan membasuh tubuhnya dengan lem dan moving di atas pasir Pantai Lepang.
Obor pun dinyalakan dan secara simbolik membakar sumbu yang membentuk lingkaran pada instalasi Ngaben Nyoman Erawan. Lalu Nyoman Erawan menyambutnya dengan performance art dari instalasi Nyoman Sujana Kenyem melewati jembatan bambu menuju posisi Tisna Sanjaya yang tengah terlentang di atas pasir. Nyoman Erawan Ngruat instalasinya lalu memercikan air suci ke tubuh Tisna Sanjaya.
Kemudian, Tisna Sanjaya menyalakan api pada isntalasi utama yang berbentuk kerucut dari bambu dimana artefak lukisan ‘Ritus Abu’ berada di dalamnya. Prosesi puncak Ngaben Nyoman Erawan yang bertajuk 'Spcae Cremation' pun dimulai. Sesaat kemudian kembang api meluncur dari puncak menara instalasi Nyoman Erawan, karena bertepatan dengan detik pertama Tahun baru 2010.
Usai pembakaran artefak, Tisna Sanjaya mengambil abu ke dalam tiga wadah. Masing-masing wadah abu tersebut akan dilarung ke laut, dibawa ke Bandung, serta satu wadah lagi dipersembahakan kepada Djagad Art House untuk disimpan di museum Djagad Art House, Bali.
Ngaben karya Tisna Sanjaya oleh Nyoman Erawan adalah puncak kegiatan art festival 'Apa Ini Apa Itu' di Pantai Lepang, Klungkung, Bali, dengan konsep kremasi karya yang merujuk pada budaya Hindu di Bali. Karya instalasi seniman lain seperti Nyoman Sujana Kenyem, Made Djirna, Danuta Franzen, sudah dilakukan pada siang hingga petang di hari yang sama.
Prosesi itu kemudian menguatkan konsep Djagad Art House yang mengangkat diskursus budaya akar dalam seni rupa kontemporer, music serta performance art dalam art festival 'Apa Ini Apa Itu'. Daniel Kho memandang konsep seni dalam membaca kosmologi dan diskursus akar budaya pada karya-karya seni saat ini secara simbolik menjadi harmoni kesenian sedunia.
Tuntas sudah kremasi waktu karya Nyoman Erawan dan karya Tisna Sanjaya sudah menjadi abu. semua artefak kolaborasi Nyoman Erawan dan Tisna Sanjaya, Made Djirna, Danuta Franzen, Wayan Sudiarta, Nyoman Sujana Kenyem, Wayan Sujana Suklu, Daniel Kho, Daniel Zacharias, serta artefak 'Apa Ini Apa Itu' akan dihadirkan ke ruang publik lain pada pertengahan tahun 2010 di beberapa kota oleh Djagad Art House.
*) Fotografer, penulis dan kritikus seni, tinggal di Bandung.
sumber : http://indonesiaartnews.or.id/
1 komentar:
Mohon ijin utk mencantumkan tautan ke link Mas Nugroho. Terimakasih
Salam
Hendry
Posting Komentar